Terinspirasi dari para 'penyandang dana' di lingkungan RW tempat saya tinggal sekarang, saya semakin mengerti, kenapa muslim harus jadi orang kaya.
Ceritanya begini.
Baru-baru ini saya ikut ngaji bareng anak-anak muda di RW 3, yang kemudian ingin memperluas jangkauan menjadi pengajian bersama untuk anak muda berikut ibu-ibunya. Beberapa hal membuat saya kagum; yang salah satunya adalah mengenai dana yang dikeluarkan. Awalnya saya juga tidak tau darimana fee untuk pembicara dan snack berasal. Sampai tiba masanya kawan-kawan bercerita mengenai sumber dananya.
Istimewanya, dana berasal dari kocek pribadi dua orang, yang bahkan bilang begini "Udah, ga usah pikirkan soal dana, yang penting ngajinya jalan". Buat saya, itu kata-kata yang luar biasa, terlepas dari dampak negatif yang mungkin muncul seperti misalnya ketergantungan anak-anak pada sosok ini yang bisa saja membuat mereka tidak mandiri.
Dan ternyata masih ada satu lagi keluarga yang sama luarbiasanya, yang rumahnya beliau-beliau ikhlaskan untuk menjadi tempat ngaji. Beliau yang satu ini berujar "Pake aja rumah saya kalo emang ga ada tempat untuk ngaji", "Sekali-kali kalian boleh datang, ga usah bawa apa-apa yang penting datang aja", "kalau ada rezeki, biar saya aja yang bayarin ustadzahnya, gapapa".
Kesamaan dari para penyandang dana ini adalah mereka berada pada level 'bebas finansial' yang urusan uang bukan lagi jadi permasalahan; atau gampangnya sangat berkecukupan, ato bisa dibilang juga turah-turah kalo kata orang Jawa.
See?
Orang-orang kaya ini bisa berbuat lebih banyak dengan materi yang dimilikinya; menebar kebaikan, memudahkan orang lain. Pahalanya (insyaAllah) berlimpah karena uang mereka dibelanjakan untuk kegiatan yang muatannya berupa kebaikan, di jalan agama pula.
Uang memang bukan segalanya, tapi melalui uang, orang bisa berbuat banyak. Sama seperti bantahan atas pernyataaan "uang tidak bisa membeli kebahagiaan". Uang bisa 'membeli' kebahagiaan. Caranya? Misal, belilah nasi bungkus dan bagikan kepada anak-anak di jalan yang sedang kelaparan. Mereka akan berbahagia.
Tentu saja kita tetap bisa mendapatkan pahal dari jalur lain, lewat pikiran, tenaga. Tapi kalau dengan mempunyai banyak harta kita bisa berbuat lebih banyak, kenapa engga? Jadi, yuk, kita (berusaha) jadi orang kaya! :)
My Posts
- About Family&Friends (10)
- Belajar Bahasa (Inggris) (9)
- Book-Song-Film (7)
- FYI (8)
- My Thoughts-Ideas (70)
- Teacher's Life (20)
- Travelings&Events (9)
Wednesday, 19 December 2012
Saturday, 15 December 2012
Warisan Ibu: Cerita Asal Usul dari Sudut Purworejo
Ini diaaa...akhirnya selesai juga tulisan saya untuk diperjuangkan di Lomba Tulis Nusantara Kemenparekraf. Tentu ide cerita bukan murni dari saya, karena cerita ini telah diwariskan turun temurun. Terakhir saya mendengarnya dari ibu saya yang asli orang Kaligesing. Nah, tulisan saya ini menyadur ide cerita yang disusun sedemikian rupa ala saya.
Betewe eniwei, Kaligesing itu nama sebuah kecamatan di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; kota ternyaman tempat saya dilahirkan 24 tahun yang lalu :)
So, here it is!
Talakbroto dan Caranggesing
Asal Usul Nama Kecamatan Kaligesing
Pada
zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Jawa Tengah, tersebutlah seorang wanita
cantik bernama Talakbroto. Dia adalah seorang wanita cantik dengan rambut yang
tergerai sangat panjang. Saking panjangnya, rambutnya tidak bisa diikat ataupun
disanggul seperti kebanyakan wanita pada zaman itu. Oleh karena itu, Talakbroto
selalu mengajak beberapa orang pengawal untuk memegangi rambutnya supaya tidak
menyentuh tanah ketika bepergian.
Talakbroto
adalah seorang putri dari ksatria yang disegani di daerah itu. Ayahnya bernama
Brojosingo, seseorang yang dikenal karena kedigdayaannya. Brojosingo muda
adalah prajurit Majapahit yang sakti, sehingga banyak orang yang takut padanya.
Pada
suatu ketika, saat masih menjadi prajurit, Brojosingo ditugaskan memimpin
pasukan Majapahit bersama Brojotoko dan Brojonolo untuk melawan prajurit dari kadipaten Blambangan, salah satu wilayah
Majapahit yang hendak melakukan pemberontakan.
Ketiga
panglima ini sudah teruji kesaktiannya selama menjadi punggawa di kerajaan
Majapahit. Akan tetapi, gabungan ketiga ksatria pilihan ini rupanya belum cukup
tangguh untuk menaklukkan senjata Gada Wesi milik Menak Jinggo, sang adipati
Blambangan.
Kekalahan
yang diterima pasukan Majapahit rupanya menyisakan kepahitan yang sangat bagi
ketiga Senopati pemberani itu. Mereka teramat malu karena gagal memimpin
pasukan untuk membasmi bibit pemberontakan di Blambangan. Ketiganya bahkan tak
punya muka untuk kembali menginjak tanah Majapahit. Mereka lebih memilih untuk
menjauh.
Brojosingo
sendiri memutuskan untuk membawa istri dan kedua anaknya, yaitu Caranggesing
dan Talakbroto, ke arah Barat dan berhenti di daerah pegunungan Menoreh. Di
tempat inilah Brojosingo memulai kehidupan baru sebagai petani sekaligus
meneruskan perjuangan membesarkan anak-anaknya.
Adapun
nama Brojosingo tetap dikenal luas sebagai seorang yang sakti, yang tentunya
berdampak pada keluarganya. Ketika menginjak dewasa, Talakbroto menjelma
menjadi wanita cantik tiada tara. Berita tentang kemolekannya ini menyebar
cepat bak anak panah melesat dari busurnya. Sebenarnya ada banyak lelaki yang
tertarik pada kecantikan Talakbroto, tapi tak satupun berani melamarnya untuk dijadikan istri. Mereka
terlampau segan kepada Brojosingo sang ayah.
Di
sisi lain, Caranggesing, kakak Talakbroto, pun tumbuh tak kalah dari adiknya. Sama
seperti ayahnya, orang-orang menaruh hormat yang sangat besar pada
Caranggesing, tak sedikit pula yang takut pada pemuda gagah ini. Sifatnya yang
sangat keras kepala membuat masyarakat sekitar tidak berani menentangnya.
***
Subscribe to:
Posts (Atom)
5.50 PM: Menikmati Waktu
Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...
-
Menyambung postingan sebelumnya tentang idiom, berikut dua puluh lima idiom yang sering dipakai di bahasa Inggris sehari-hari. Lumayan untuk...
-
Sejak menjadi guru, saya mulai tertarik dengan hal-hal 'berbau' guru; mulai dari buku, website, sampai film bertemakan guru dan atau...
-
Ini diaaa...akhirnya selesai juga tulisan saya untuk diperjuangkan di Lomba Tulis Nusantara Kemenparekraf. Tentu ide cerita bukan murni da...