Ini diaaa...akhirnya selesai juga tulisan saya untuk diperjuangkan di Lomba Tulis Nusantara Kemenparekraf. Tentu ide cerita bukan murni dari saya, karena cerita ini telah diwariskan turun temurun. Terakhir saya mendengarnya dari ibu saya yang asli orang Kaligesing. Nah, tulisan saya ini menyadur ide cerita yang disusun sedemikian rupa ala saya.
Betewe eniwei, Kaligesing itu nama sebuah kecamatan di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; kota ternyaman tempat saya dilahirkan 24 tahun yang lalu :)
So, here it is!
Talakbroto dan Caranggesing
Asal Usul Nama Kecamatan Kaligesing
Pada
zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Jawa Tengah, tersebutlah seorang wanita
cantik bernama Talakbroto. Dia adalah seorang wanita cantik dengan rambut yang
tergerai sangat panjang. Saking panjangnya, rambutnya tidak bisa diikat ataupun
disanggul seperti kebanyakan wanita pada zaman itu. Oleh karena itu, Talakbroto
selalu mengajak beberapa orang pengawal untuk memegangi rambutnya supaya tidak
menyentuh tanah ketika bepergian.
Talakbroto
adalah seorang putri dari ksatria yang disegani di daerah itu. Ayahnya bernama
Brojosingo, seseorang yang dikenal karena kedigdayaannya. Brojosingo muda
adalah prajurit Majapahit yang sakti, sehingga banyak orang yang takut padanya.
Pada
suatu ketika, saat masih menjadi prajurit, Brojosingo ditugaskan memimpin
pasukan Majapahit bersama Brojotoko dan Brojonolo untuk melawan prajurit dari kadipaten Blambangan, salah satu wilayah
Majapahit yang hendak melakukan pemberontakan.
Ketiga
panglima ini sudah teruji kesaktiannya selama menjadi punggawa di kerajaan
Majapahit. Akan tetapi, gabungan ketiga ksatria pilihan ini rupanya belum cukup
tangguh untuk menaklukkan senjata Gada Wesi milik Menak Jinggo, sang adipati
Blambangan.
Kekalahan
yang diterima pasukan Majapahit rupanya menyisakan kepahitan yang sangat bagi
ketiga Senopati pemberani itu. Mereka teramat malu karena gagal memimpin
pasukan untuk membasmi bibit pemberontakan di Blambangan. Ketiganya bahkan tak
punya muka untuk kembali menginjak tanah Majapahit. Mereka lebih memilih untuk
menjauh.
Brojosingo
sendiri memutuskan untuk membawa istri dan kedua anaknya, yaitu Caranggesing
dan Talakbroto, ke arah Barat dan berhenti di daerah pegunungan Menoreh. Di
tempat inilah Brojosingo memulai kehidupan baru sebagai petani sekaligus
meneruskan perjuangan membesarkan anak-anaknya.
Adapun
nama Brojosingo tetap dikenal luas sebagai seorang yang sakti, yang tentunya
berdampak pada keluarganya. Ketika menginjak dewasa, Talakbroto menjelma
menjadi wanita cantik tiada tara. Berita tentang kemolekannya ini menyebar
cepat bak anak panah melesat dari busurnya. Sebenarnya ada banyak lelaki yang
tertarik pada kecantikan Talakbroto, tapi tak satupun berani melamarnya untuk dijadikan istri. Mereka
terlampau segan kepada Brojosingo sang ayah.
Di
sisi lain, Caranggesing, kakak Talakbroto, pun tumbuh tak kalah dari adiknya. Sama
seperti ayahnya, orang-orang menaruh hormat yang sangat besar pada
Caranggesing, tak sedikit pula yang takut pada pemuda gagah ini. Sifatnya yang
sangat keras kepala membuat masyarakat sekitar tidak berani menentangnya.
Pada
suatu hari, saat cuaca cerah, Caranggesing berkuda menikmati indahnya
pemandangan alam di perbukitan Menoreh. Daerah pegunungan memang selalu
menawarkan pemandangan yang indah. Ditambah dengan hawa yang sejuk,
Caranggesing sangat menikmati acara jalan-jalannya bersama kuda kesayangan.
Di
tengah perjalanan, kuda yang ditunggangi Caranggesing mendadak berhenti karena
ada rumpun bambu yang lebat menghalangi di depannya. Caranggesing yang merasa
perjalanannya terganggu bergegas turun dari kudanya.
Dengan
kedua tangannya, pemuda elok ini merobohkan semua rumpun bambu yang tadinya
kokoh berdiri. Tak cukup dengan menghancurkan bambu si penghalang, kekuatan
yang dikeluarkan Caranggesing ternyata mampu memecah batu-batu yang berada di
sekitarnya. Kejadian inilah yang disebut-sebut menjadi asal mula nama Watu
Belah, salah satu daerah yang berada di kecamatan Kaligesing.
***
“Hendak
kemana, engkau, anakku yang cantik?”, tanya Brojosingo yang melihat Talakbroto
beranjak keluar rumah.
“Ananda
mau mandi di sungai bersama teman-teman, Ayahanda”, jawab Talakbroto sopan. Selain
cantik, Talakbroto juga memiliki perangai yang baik.
Begitu sang ayah mengangguk
mengizinkan, Talakbroto yang kala itu sudah beranjak remaja pun segera menuju
sungai tempat ia dan teman-temannya berjanji untuk mandi dan bermain air. Setengah
berlari Talakbroto meninggalkan rumah karena riangnya.
Sungai tempat Talakbroto dan teman-temannya
bermain adalah sungai yang jernih. Tak heran, mandi di aliran sungainya menjadi
kesenangan tersendiri bagi gadis-gadis itu. Selain itu, di sungai tersebut juga
terdapat banyak sekali ikan sehingga tak sedikit penangkap ikan yang mengais
rezeki dari ikan-ikan yang ada di dalamnya.
Ketika mandi, Talakbroto membiarkan
rambut panjangnya tergerai mengikuti air sungai, tak ada pengawal yang
memegangi seperti biasanya. Gadis cantik ini begitu gembira bermain air bersama
teman-temannya, sampai tidak menghiraukan rambutnya. Saat hendak pulang, Talakbroto
juga kawan-kawannya baru menyadari bahwa banyak ikan yang terjebak di rambut
panjangnya.
“Hey,
lihat! Banyak sekali ikan di rambutku!”, seru Talakbroto saat melihat ikan-ikan
menggelepar di rambutnya.
Bukannya
geli, Talakbroto justru berteriak senang pada temannya yang juga melihat
ikan-ikan itu.
“Waah..iyaa..!
Ayo kita ambil!”, tak kalah girang, teman-teman Talakbroto berebut mengambil
ikan yang tersangkut di helaian rambut Talakbroto.
Setelah puas mandi dan mengambil
ikan, Talakbroto pun bergegas pulang dengan riang gembira. Sesampainya di
rumah, ia disambut oleh kakaknya yang ingin mengetahui perihal ikan yang tersangkut
di rambutnya.
“Aku
dengar tadi kau main ke sungai dan banyak ikan yang tersangkut di rambutmu?”, tanya
Caranggesing yang memang ingin mendengar cerita asli dari adiknya.
“Iya
kakanda, tadi saya bermain air di sungai bersama teman-teman,” jawab Talakbroto
seraya tersenyum. Ia pun menceritakan seluruh kejadian dengan jujur, mulai dari
awal ia mandi hingga ditemukannya ikan-ikan di rambut panjangnya.
Caranggesing mendengarkan dengan
seksama. Namun, tak dapat dipungkiri kalau wajahnya menyiratkan rasa tidak
percaya kepada sang adik. Hampir selesai Talakbroto bercerita, Caranggesing
berseru.
“Aku
tidak percaya. Kamu pasti telah berbuat mesum dengan para penangkap ikan di
sungai!”, kejam sekali kata-kata dari pemuda yang sedang tumbuh dewasa ini.
Talakbroto
kaget bukan kepalang mendengar kata-kata dari mulut kakak yang dicintainya.
“Sungguh,
kakanda. Aku tidak berbohong. Bagaimana mungkin kakanda tega menuduhku seperti
itu,” Talakbroto mulai berlinang airmata.
Caranggesing bergeming, ia tetap tidak
percaya dengan adiknya. Melihat kakaknya terus menyampaikan tudingan tanpa
bukti, Talakbroto gelap mata. Tanpa berpikir lebih jauh lagi, Talakbroto dengan
cepat mengambil keris di pinggang sang kakak.
Dengan airmata yang terus membasahi
pipi, Talakbroto memangkas habis rambutnya. Seketika, hilang sudah pesona
kecantikan Talakbroto. Sekarang giliran Caranggesing yang terbelalak kaget. Tak
pernah terlintas dalam pikirannya bahwa adiknya akan melakukan hal nekat seperti
itu.
Belum hilang rasa kaget
Caranggesing, Talakbroto sudah menancapkan keris di dadanya. Nyawa Talakbroto
melayang saat itu juga.
“Talakbroto…!”
Caranggesing
menjerit melihat darah keluar dari tubuh adiknya. Hatinya hancur berkeping
menyaksikan tindakan Talakbroto. Semua terjadi begitu cepat tanpa bisa ia cegah.
Secepat kilat Caranggesing bergerak,
hendak memeluk jasad adiknya. Namun, belum sampai tangannya menyentuh, badan
Talakbroto terlihat melayang. Caranggesing terpana.
Tiba-tiba,
bau harum menyeruak memenuhi rongga hidung Caranggesing hingga membuatnya tertegun.
“Ternyata engkau benar-benar suci, adikku…”, batinnya kelu, terlambat menyadari
bahwa dia baru saja melontarkan tuduhan keji kepada adiknya.
Semua terlihat gelap bagi
Caranggesing. Pemuda berhati keras ini pingsan dalam kesedihan yang mendalam.
Dalam keadaan tidak sadar, Caranggesing bermimpi didatangi oleh Talakbroto.
“Sikap
kanda keterlaluan, menuduh tanpa ada bukti yang jelas. Sungguh tidak pantas
dilakukan oleh seorang ksatria seperti kanda”, terdengar suara lemah Talakbroto.
“Permasalahan
ini bermuara dari rambut panjangku, yang menjaring ikan-ikan di sungai. Maka
dengarlah kata-kataku ini, kanda. Sampai akhir zaman, di daerah ini tidak akan
ada lagi wanita yang bisa memiliki rambut panjang, terutama keturunan
Brojosingo”.
Selesai
mengucapkan sumpah ini, Talakbroto menghilang.
***
Caranggesing tergugu. Sejak siuman
dari pingsannya, pipi pemuda yang ditakuti banyak orang ini terus dialiri air
mata. Ia begitu menyesali perbuatannya yang berujung pada kematian sang adik. Brojosingo
yang mengetahui putrinya tewas pun tak berbeda keadaannya. Kedua anak bapak ini
menangisi kepergian orang yang sangat mereka cintai.
Setelah beberapa lama larut dalam
tangis kepedihan, Brojosingo beranjak dari lamunannya. Ia mengucapkan kata-kata
yang kemudian dipakai sebagai dasar penamaan beberapa tempat di wilayah Kaligesing.
Sejak hari meninggalnya Talakbroto,
Brojosingo menamai tempat tinggalnya sebagai Kaligono. Nama ini berasal dari
dua kata, yaitu ‘kali’ dan ‘gono. Kata pertama berarti sungai, karena
Talakbroto menemui ajalnya setelah mandi di sungai. Sedangkan ‘gono’ adalah
dewa pendidikan. Brojosingo ingin megnambil pelajaran dari peristiwa itu, bahwa
menuduh orang tanpa bukti bukanlah hal yang baik. Kaligono sendiri sekarang
adalah nama salah satu desa di Kaligesing.
Selain Kaligono, Brojosingo juga
memberi nama untuk sungai tempat mandi Talakbroto beserta daerah-daerah di
sekitarnya. Ia menyebut wilayah ini dengan Kaligesing, yang merupakan gabungan
dari kata ‘kali’ dan ‘gesing’. Kata ‘gesing’ sendiri diambil dari nama kakak
Talakbroto, Caranggesing.
Kaligesing mempunyai makna ‘sungai
yang membuat Talakbroto bertengkar dengan Caranggesing, yang mengakibatkan
kematiannya seorang adik di ujung keris milik kakaknya’.
Hingga kini, nama Kaligesing masih
dipakai sebagai salah satu nama kecamatan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan
pelajaran yang terdapat pada kisah Talakbroto dan Caranggesing tetaplah menjadi
pelajaran hidup sepanjang masa, bahwa menuduh tanpa bukti adalah perbuatan
keji.
***********
Indonesia
sangat kaya dengan cerita asal-usul daerah semacam ini. Masing-masing daerah
memiliki cerita unik tersendiri yang tak pernah membosankan untuk dibaca satu
per satu. Hidup Indonesia! J
critamu ngawur, nek ngarang mbok sing mirip-mirip (Purwo = wiwitan, Rejo = Makmur)
ReplyDeletehehe..saya sih nulisnya ngga ngawur, hanya sesuai dengan cerita dari ibu saya yang orang kaligesing. Beliau pun juga 'cuma' diwarisi dari orang-orang yang lebih tua. Kalau terkait benar-tidaknya, wallahu a'lam..namanya juga cerita macem mitos/kepercayaan :)
Deleteoya, lagipula menurut saya mirip lho namanya. ini kan asal-usul Kaligesing, namanya diambil dari Carang'Gesing'.
sah-sah saja namanya juga legenda, macam-macam versi tidak masalah tergantung yang membuatnya....jadi itu hanya asal-muasal nama desa kaligono dan kecamatan kaligesing, tetapi bukan asal muasal penduduk kaligono dan kaligesing....iya kan? soalnya saya juga berasal dari Kaligono kecamatan kaligesing tepatnya di Dukuh Tumpangrejo pingin tahu siapa nenek moyang yang pertama kali tinggal di tempat itu sehingga menurunkan banyak orang termasuk saya...?
DeleteAku setuju dg mbak Wening Susanti Amung kasi, dia menulis berdasarkan cerita legenda turun temurun , dan itu sebenernya nyata, tak bisa dipungkiri semenjak surut nya Majapahit banyak sekali Abdi dalem dan Sentono dalem yg pindah dari kerajaan Majapahit menyebar ke Pulau Jawa mayoritas ke daerah pesisir selatan. Dan maaf Purwo = Wiwitan atau pertama, Rejo = Ramai bukan Makmur. Pada saat masa pelarian abdi dalem dan Sentono dalem Majapahit jarang sekali menetap di daerah datar, mayoritas di daerah pegunungan. Cerita saudari Wening itu masuk akal bagi yg memahami legenda dan dunia gaib. Saya rasa Pegunungan Manoreh masih erat sekali hubungannya dg pegunungan Tidar dan Pegunungan Srandil, Kalau dinalar dari sejarah saya rasa antara Kali Gesing { Pegunungan Manoreh} dg Purworejo adalah duluan Manoreh, Purworejo adalah tempat Pertama pengembangan wilayah dan menjadi Ramai
ReplyDelete