Saturday, 15 December 2012

Warisan Ibu: Cerita Asal Usul dari Sudut Purworejo


Ini diaaa...akhirnya selesai juga tulisan saya untuk diperjuangkan di Lomba Tulis Nusantara Kemenparekraf. Tentu ide cerita bukan murni dari saya, karena cerita ini telah diwariskan turun temurun. Terakhir saya mendengarnya dari ibu saya yang asli orang Kaligesing. Nah, tulisan saya ini menyadur ide cerita yang disusun sedemikian rupa ala saya.

Betewe eniwei, Kaligesing itu nama sebuah kecamatan di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; kota ternyaman tempat saya dilahirkan 24 tahun yang lalu :)

So, here it is!

Talakbroto dan Caranggesing
Asal Usul Nama Kecamatan Kaligesing

Pada zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Jawa Tengah, tersebutlah seorang wanita cantik bernama Talakbroto. Dia adalah seorang wanita cantik dengan rambut yang tergerai sangat panjang. Saking panjangnya, rambutnya tidak bisa diikat ataupun disanggul seperti kebanyakan wanita pada zaman itu. Oleh karena itu, Talakbroto selalu mengajak beberapa orang pengawal untuk memegangi rambutnya supaya tidak menyentuh tanah ketika bepergian.
Talakbroto adalah seorang putri dari ksatria yang disegani di daerah itu. Ayahnya bernama Brojosingo, seseorang yang dikenal karena kedigdayaannya. Brojosingo muda adalah prajurit Majapahit yang sakti, sehingga banyak orang yang takut padanya.
Pada suatu ketika, saat masih menjadi prajurit, Brojosingo ditugaskan memimpin pasukan Majapahit bersama Brojotoko dan Brojonolo untuk melawan prajurit dari  kadipaten Blambangan, salah satu wilayah Majapahit yang hendak melakukan pemberontakan.
Ketiga panglima ini sudah teruji kesaktiannya selama menjadi punggawa di kerajaan Majapahit. Akan tetapi, gabungan ketiga ksatria pilihan ini rupanya belum cukup tangguh untuk menaklukkan senjata Gada Wesi milik Menak Jinggo, sang adipati Blambangan.
Kekalahan yang diterima pasukan Majapahit rupanya menyisakan kepahitan yang sangat bagi ketiga Senopati pemberani itu. Mereka teramat malu karena gagal memimpin pasukan untuk membasmi bibit pemberontakan di Blambangan. Ketiganya bahkan tak punya muka untuk kembali menginjak tanah Majapahit. Mereka lebih memilih untuk menjauh.
Brojosingo sendiri memutuskan untuk membawa istri dan kedua anaknya, yaitu Caranggesing dan Talakbroto, ke arah Barat dan berhenti di daerah pegunungan Menoreh. Di tempat inilah Brojosingo memulai kehidupan baru sebagai petani sekaligus meneruskan perjuangan membesarkan anak-anaknya.
Adapun nama Brojosingo tetap dikenal luas sebagai seorang yang sakti, yang tentunya berdampak pada keluarganya. Ketika menginjak dewasa, Talakbroto menjelma menjadi wanita cantik tiada tara. Berita tentang kemolekannya ini menyebar cepat bak anak panah melesat dari busurnya. Sebenarnya ada banyak lelaki yang tertarik pada kecantikan Talakbroto, tapi tak satupun berani  melamarnya untuk dijadikan istri. Mereka terlampau segan kepada Brojosingo sang ayah.
Di sisi lain, Caranggesing, kakak Talakbroto, pun tumbuh tak kalah dari adiknya. Sama seperti ayahnya, orang-orang menaruh hormat yang sangat besar pada Caranggesing, tak sedikit pula yang takut pada pemuda gagah ini. Sifatnya yang sangat keras kepala membuat masyarakat sekitar tidak berani menentangnya.
***
Pada suatu hari, saat cuaca cerah, Caranggesing berkuda menikmati indahnya pemandangan alam di perbukitan Menoreh. Daerah pegunungan memang selalu menawarkan pemandangan yang indah. Ditambah dengan hawa yang sejuk, Caranggesing sangat menikmati acara jalan-jalannya bersama kuda kesayangan.
Di tengah perjalanan, kuda yang ditunggangi Caranggesing mendadak berhenti karena ada rumpun bambu yang lebat menghalangi di depannya. Caranggesing yang merasa perjalanannya terganggu bergegas turun dari kudanya.
Dengan kedua tangannya, pemuda elok ini merobohkan semua rumpun bambu yang tadinya kokoh berdiri. Tak cukup dengan menghancurkan bambu si penghalang, kekuatan yang dikeluarkan Caranggesing ternyata mampu memecah batu-batu yang berada di sekitarnya. Kejadian inilah yang disebut-sebut menjadi asal mula nama Watu Belah, salah satu daerah yang berada di kecamatan Kaligesing.
***
“Hendak kemana, engkau, anakku yang cantik?”, tanya Brojosingo yang melihat Talakbroto beranjak keluar rumah.
“Ananda mau mandi di sungai bersama teman-teman, Ayahanda”, jawab Talakbroto sopan. Selain cantik, Talakbroto juga memiliki perangai yang baik.
            Begitu sang ayah mengangguk mengizinkan, Talakbroto yang kala itu sudah beranjak remaja pun segera menuju sungai tempat ia dan teman-temannya berjanji untuk mandi dan bermain air. Setengah berlari Talakbroto meninggalkan rumah karena riangnya.
               Sungai tempat Talakbroto dan teman-temannya bermain adalah sungai yang jernih. Tak heran, mandi di aliran sungainya menjadi kesenangan tersendiri bagi gadis-gadis itu. Selain itu, di sungai tersebut juga terdapat banyak sekali ikan sehingga tak sedikit penangkap ikan yang mengais rezeki dari ikan-ikan yang ada di dalamnya.
            Ketika mandi, Talakbroto membiarkan rambut panjangnya tergerai mengikuti air sungai, tak ada pengawal yang memegangi seperti biasanya. Gadis cantik ini begitu gembira bermain air bersama teman-temannya, sampai tidak menghiraukan rambutnya. Saat hendak pulang, Talakbroto juga kawan-kawannya baru menyadari bahwa banyak ikan yang terjebak di rambut panjangnya.  
“Hey, lihat! Banyak sekali ikan di rambutku!”, seru Talakbroto saat melihat ikan-ikan menggelepar di rambutnya.
Bukannya geli, Talakbroto justru berteriak senang pada temannya yang juga melihat ikan-ikan itu.
“Waah..iyaa..! Ayo kita ambil!”, tak kalah girang, teman-teman Talakbroto berebut mengambil ikan yang tersangkut di helaian rambut Talakbroto.
            Setelah puas mandi dan mengambil ikan, Talakbroto pun bergegas pulang dengan riang gembira. Sesampainya di rumah, ia disambut oleh kakaknya yang ingin mengetahui perihal ikan yang tersangkut di rambutnya.
“Aku dengar tadi kau main ke sungai dan banyak ikan yang tersangkut di rambutmu?”, tanya Caranggesing yang memang ingin mendengar cerita asli dari adiknya.
“Iya kakanda, tadi saya bermain air di sungai bersama teman-teman,” jawab Talakbroto seraya tersenyum. Ia pun menceritakan seluruh kejadian dengan jujur, mulai dari awal ia mandi hingga ditemukannya ikan-ikan di rambut panjangnya.
            Caranggesing mendengarkan dengan seksama. Namun, tak dapat dipungkiri kalau wajahnya menyiratkan rasa tidak percaya kepada sang adik. Hampir selesai Talakbroto bercerita, Caranggesing berseru.
“Aku tidak percaya. Kamu pasti telah berbuat mesum dengan para penangkap ikan di sungai!”, kejam sekali kata-kata dari pemuda yang sedang tumbuh dewasa ini.
Talakbroto kaget bukan kepalang mendengar kata-kata dari mulut kakak yang dicintainya.
“Sungguh, kakanda. Aku tidak berbohong. Bagaimana mungkin kakanda tega menuduhku seperti itu,” Talakbroto mulai berlinang airmata.
            Caranggesing bergeming, ia tetap tidak percaya dengan adiknya. Melihat kakaknya terus menyampaikan tudingan tanpa bukti, Talakbroto gelap mata. Tanpa berpikir lebih jauh lagi, Talakbroto dengan cepat mengambil keris di pinggang sang kakak.
            Dengan airmata yang terus membasahi pipi, Talakbroto memangkas habis rambutnya. Seketika, hilang sudah pesona kecantikan Talakbroto. Sekarang giliran Caranggesing yang terbelalak kaget. Tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa adiknya akan melakukan hal nekat seperti itu.
            Belum hilang rasa kaget Caranggesing, Talakbroto sudah menancapkan keris di dadanya. Nyawa Talakbroto melayang saat itu juga.
“Talakbroto…!”
Caranggesing menjerit melihat darah keluar dari tubuh adiknya. Hatinya hancur berkeping menyaksikan tindakan Talakbroto. Semua terjadi begitu cepat tanpa bisa ia cegah.
            Secepat kilat Caranggesing bergerak, hendak memeluk jasad adiknya. Namun, belum sampai tangannya menyentuh, badan Talakbroto terlihat melayang. Caranggesing terpana.
Tiba-tiba, bau harum menyeruak memenuhi rongga hidung Caranggesing hingga membuatnya tertegun. “Ternyata engkau benar-benar suci, adikku…”, batinnya kelu, terlambat menyadari bahwa dia baru saja melontarkan tuduhan keji kepada adiknya.
            Semua terlihat gelap bagi Caranggesing. Pemuda berhati keras ini pingsan dalam kesedihan yang mendalam. Dalam keadaan tidak sadar, Caranggesing bermimpi didatangi oleh Talakbroto.
“Sikap kanda keterlaluan, menuduh tanpa ada bukti yang jelas. Sungguh tidak pantas dilakukan oleh seorang ksatria seperti kanda”, terdengar suara lemah Talakbroto.
“Permasalahan ini bermuara dari rambut panjangku, yang menjaring ikan-ikan di sungai. Maka dengarlah kata-kataku ini, kanda. Sampai akhir zaman, di daerah ini tidak akan ada lagi wanita yang bisa memiliki rambut panjang, terutama keturunan Brojosingo”.
Selesai mengucapkan sumpah ini, Talakbroto menghilang.
***
            Caranggesing tergugu. Sejak siuman dari pingsannya, pipi pemuda yang ditakuti banyak orang ini terus dialiri air mata. Ia begitu menyesali perbuatannya yang berujung pada kematian sang adik. Brojosingo yang mengetahui putrinya tewas pun tak berbeda keadaannya. Kedua anak bapak ini menangisi kepergian orang yang sangat mereka cintai.
            Setelah beberapa lama larut dalam tangis kepedihan, Brojosingo beranjak dari lamunannya. Ia mengucapkan kata-kata yang kemudian dipakai sebagai dasar penamaan beberapa tempat di wilayah Kaligesing.
            Sejak hari meninggalnya Talakbroto, Brojosingo menamai tempat tinggalnya sebagai Kaligono. Nama ini berasal dari dua kata, yaitu ‘kali’ dan ‘gono. Kata pertama berarti sungai, karena Talakbroto menemui ajalnya setelah mandi di sungai. Sedangkan ‘gono’ adalah dewa pendidikan. Brojosingo ingin megnambil pelajaran dari peristiwa itu, bahwa menuduh orang tanpa bukti bukanlah hal yang baik. Kaligono sendiri sekarang adalah nama salah satu desa di Kaligesing.
            Selain Kaligono, Brojosingo juga memberi nama untuk sungai tempat mandi Talakbroto beserta daerah-daerah di sekitarnya. Ia menyebut wilayah ini dengan Kaligesing, yang merupakan gabungan dari kata ‘kali’ dan ‘gesing’. Kata ‘gesing’ sendiri diambil dari nama kakak Talakbroto, Caranggesing.
            Kaligesing mempunyai makna ‘sungai yang membuat Talakbroto bertengkar dengan Caranggesing, yang mengakibatkan kematiannya seorang adik di ujung keris milik kakaknya’.
            Hingga kini, nama Kaligesing masih dipakai sebagai salah satu nama kecamatan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan pelajaran yang terdapat pada kisah Talakbroto dan Caranggesing tetaplah menjadi pelajaran hidup sepanjang masa, bahwa menuduh tanpa bukti adalah perbuatan keji.

***********
Indonesia sangat kaya dengan cerita asal-usul daerah semacam ini. Masing-masing daerah memiliki cerita unik tersendiri yang tak pernah membosankan untuk dibaca satu per satu. Hidup Indonesia! J

4 comments:

  1. critamu ngawur, nek ngarang mbok sing mirip-mirip (Purwo = wiwitan, Rejo = Makmur)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe..saya sih nulisnya ngga ngawur, hanya sesuai dengan cerita dari ibu saya yang orang kaligesing. Beliau pun juga 'cuma' diwarisi dari orang-orang yang lebih tua. Kalau terkait benar-tidaknya, wallahu a'lam..namanya juga cerita macem mitos/kepercayaan :)

      oya, lagipula menurut saya mirip lho namanya. ini kan asal-usul Kaligesing, namanya diambil dari Carang'Gesing'.

      Delete
    2. sah-sah saja namanya juga legenda, macam-macam versi tidak masalah tergantung yang membuatnya....jadi itu hanya asal-muasal nama desa kaligono dan kecamatan kaligesing, tetapi bukan asal muasal penduduk kaligono dan kaligesing....iya kan? soalnya saya juga berasal dari Kaligono kecamatan kaligesing tepatnya di Dukuh Tumpangrejo pingin tahu siapa nenek moyang yang pertama kali tinggal di tempat itu sehingga menurunkan banyak orang termasuk saya...?

      Delete
  2. Aku setuju dg mbak Wening Susanti Amung kasi, dia menulis berdasarkan cerita legenda turun temurun , dan itu sebenernya nyata, tak bisa dipungkiri semenjak surut nya Majapahit banyak sekali Abdi dalem dan Sentono dalem yg pindah dari kerajaan Majapahit menyebar ke Pulau Jawa mayoritas ke daerah pesisir selatan. Dan maaf Purwo = Wiwitan atau pertama, Rejo = Ramai bukan Makmur. Pada saat masa pelarian abdi dalem dan Sentono dalem Majapahit jarang sekali menetap di daerah datar, mayoritas di daerah pegunungan. Cerita saudari Wening itu masuk akal bagi yg memahami legenda dan dunia gaib. Saya rasa Pegunungan Manoreh masih erat sekali hubungannya dg pegunungan Tidar dan Pegunungan Srandil, Kalau dinalar dari sejarah saya rasa antara Kali Gesing { Pegunungan Manoreh} dg Purworejo adalah duluan Manoreh, Purworejo adalah tempat Pertama pengembangan wilayah dan menjadi Ramai

    ReplyDelete

5.50 PM: Menikmati Waktu

Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...