Sunday, 4 January 2015

Tantangan Mudik di Akhir Tahun

Akhir tahun 2014 menjadi waktu yang sudah ditunggu-tunggu oleh banyak orang, termasuk saya. Orang kantor banyak yang mengambil cuti Natal dan atau Tahun, sedangkan anak sekolah juga sedang liburan. Liburnya dua pekan! Dua pekan!! *sengaja diulang biar dramatis* Imagining that I won't need to prepare anything to teach for two weeks had made me excited.

25 December was the day! Setelah mengusahakan tiket kereta yang 'layak' tapi gagal, akhirnya diputuskan kami memakai mobil untuk pulkam; berharap kami bisa jalan-jalan di kampung dengan nyaman.

Tapiii...ternyata keputusan untuk mudik di musim liburan menyisakan sedikit penyesalan di kemudian hari. Sedikitnya ada tiga hal yang membuatnya demikian

Pertama, tentang sulitnya mencari tiket pulang, karena banyak orang berburu tiket yang sama. Moda transportasi favorit seperti kereta pasti menjadi primadona, karena harganya yang lumayan murah dan waktu tempuhnya yang singkat. Hasilnya, jika tidak buru-buru pesan, maka kemungkinan akan kehabisan. Sayangnya, kami termasuk yang selalu kalah cepat. 

Kedua, lalu lintas menuju kampung-kampung halaman cenderung padat. Resikonya? Waktu tempuh yang molor karena kepadatan atau bahkan kemacetan.

Rasanya begitu hopeless waktu kami bertemu dengan kemacetan di tol selepas Jakarta, sekitaran Bekasi. Mobil hanya berjalan sebentar diselingi berhenti lebih lama. Kami memperkirakan kemacetan masih berlanjut hingga menjelang tol Cikampek. Huft.

Tiga jam dari waktu keberangkatan, bahkan kami belum menyentuh area tol Cikampek. Rasanya sudah mau putar balik ke Jakarta saking hopeless-nya. 😭

Additional information, mudik kali ini, kami mencoba jalur selatan yg dikenal memabukkan karena tracknya yang harus mendaki gunung lewati lembah macam Ninja Hatori 😏

Awalnya, suami memang ingin mencoba jalur selatan; tapi kekhawatiran saya dan ibu mengurungkan niat baik itu 😁Tapi, melihat kemacetan di depan mata ditambah info yang didapat sebelumnya (bahwa kemacetan mengancam di jalur Cikampek-Cirebon), akhirnya kami berbelok ke jalur selatan.

Jalur selatan memang tidak selancar harapan kami. Lalu lintas sedikit tersendat di beberapa titik, seperti di tol Cipularang. Di gerbang tol Cileunyi bahkan terjadi antrian kendaraan yang mengular hingga 3km. Selain itu, di daerah Nagreg dengan kontur jalannya yang naik-turun dan belok-belok, deretan kendaraan juga seringkali terhenti. Satu lagi titik macet ada di sekitaran Wangon, yang biang keladinya adalah lampu merah. Gimana mau nggak macet? Lampu berubah dari  hijau ke merah hanya dalam dua kedipan mata 😌
Sisanya, alhamdulillah lancar jaya.

Kabar kurang menyenangkan datang dari teman suami, yang melewati jalur utara. Intinya? Macet merajalela. Antara merasa kasihan dan lega.

Kami sampai di Purworejo sekitar pukul satu dinihari. Yak, Jakarta-Purworejo memakan 18 jam. Rekor banget.

Oke, menuju poin ketiga. Rupanya kemacetan tidak hanya terjadi di perjalanan awal, tetapi juga di tempat tujuan lain. Jogja, for sure, adalah tempat tujuan favorit wisatawan. Dengan demikian, bisa diprediksi bahwa kemacetan juga akan melanda kota yang berhati nyaman ini. Dan benar saja, jalanan di kota Jogja padat. Jangan tanya di area Malioboro, tempat yang -bagi banyak orang- wajib dikunjungi. Saya sempat berencana menuju ke sana.

Menjelang jalan Malioboro, terlihat banyak kerlipan lampu mobil, pertanda banyak mobil di sana. Dengan mengucap”makasih deh”, saya pun mengurungkan niat untuk mlipir ke sana. Saying sekali.
Poin ketiga adalah tentang oleh. Bagi para wisatawan, tentunya kurang afdhol rasanya kalau liburan tanpa membawa pulang oleh-oleh. Demikian pula saya dan suami. Salah satu oleh-oleh yang kerap dipilih adalah bakpia.

Tibalah kami di Bakpia Kencana di daerah Ambarketawang. Bakpia ini rekomendasi dari kakak saya, mas Bayu. Rasanya memang enak, walaupun harganya memang lumayan mahal. Sayang beribu saying, stok bakpia habis. Kalaupun mau nunggu, varian rasa yang kami inginkan belum bisa diproduksi dalam waktu dekat.

Akhirnya kami pun memutuskan untuk pindah ke Bakpia Jane, yang ada di Bagelen, Purworejo. Itupun hanya tersedia satu varian rasa saja.
Fiuhh.


Dengan mengesampingkan kelegaan karena sudah bertemu keluarga di kampung halaman, mudik di saat liburan ‘massal’ memang tidak recommended. Selain riuhnya pembelian tiket yang membuat kita nggak kebagian, jalanan yang cenderung macet, padatnya tempat tujuan wisata, dan ramainya tempat membeli oleh-oleh cukup menjadi bukti.    

5.50 PM: Menikmati Waktu

Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...