Wednesday, 24 December 2014

Guru : Digugu lan Ditiru

Sebenarnya sudah cukup lama mengenal kepanjangan dari kata GuRu: diGugu lan diTiru; bahasa Jawa yang berarti bahwa guru adalah sosok yang akan dipatuhi (di-gugu) dan ditiru. Tapi baru belakangan ini saya merasakan dan meresapi sendiri makna . Yak, lebih tepatnya ketika saya sendiri kemudian memutuskan untuk menjadi guru di sebuah sekolah formal.

Sebelumnya, saya sudah mengajar matkul Bahasa Inggris umum di sebuah universitas dan sebuah lembaga bahasa Inggris, sebut saja LIA (nama sebenarnya). Awalnya, di kedua institusi ini, kesan menjadi seseorang yang diGUgu dan ditiRu belum begitu terasa. Namun, seiring waktu, saya pun menyadari bahwa murid itu memperhatikan guru; bahkan dalam hal-hal kecil. Saya ingat waktu itu ada murid yang berkomentar tentang gelang, jam tangan, sampai jilbab yang saya pakai.

Student: Miss, kok jilbabnya didobel sih? Kan susah, miss.
Me       : Engga ah, saya udah biasa soalnya. Jadi, ngga susah.
Student: Emang kenapa didobel. miss?
Me       : Kalau saya, supaya ngga nerawang. Kan kalau cuma selapis, masih keliatan. 
              Padahal tujuannya supaya menutup. Kalau masih keliatan, berarti belum ketutup dong.
Student: Iya sih, miss.

Dari situ saya sadar, murid pada umunya memperhatikan gurunya; entah itu dari cara mengajarnya, gerak-geriknya, ucapan, bahkan tampilan. Ini poin yang pertama.

Poin kedua, ada kemungkinan murid akan mengikuti apa yang dia lihat dari gurunya. Karena dalam proses pembelajaran, akan ada fase dimana seorang murid akan mendengarkan dan kemudian mempraktekkan. Contoh kecil saya ambil dari pengalaman sendiri. Sejumlah murid mengikuti gaya saya bicara dalam bahasa Inggris; entah itu karena mereka suka, merasa geli, atau iseng. No idea :)

Lain waktu, ada pula yang kemudian mengikuti cara saya belajar bahasa Inggris setelah saya menceritakannya di kelas. Sampai disini, satu sisi dari guru sudah terbukti: ditiru.

Poin ketiga adalah tentang bagaimana guru bisa digugu  atau dipatuhi. Beberapa kali saya sempat takjub dan geli sendiri waktu mengingat waktu saya meminta murid- murid untuk melakukan ini-itu;-mulai dari mengerjakan soal, bernyanyi, menggambar, bertepuk tangan, hingga melompat- dan mereka mau-mau aja.

Tapi mungkin memang gitu ya? Seorang guru tampaknya memang mempunyai semacam otoritas atau kekuatan yang otomatis dikenali oleh muridnya. Ini yang membuat perintah, permintaan, dan nasehat guru dipatuhi oleh si murid.

Lucunya, orangtua murid seringkali meminta guru untuk menasehati anaknya dengan berkata "Tolong dibilangin anak saya ya, bu. Kalau sama bu guru kan siapa tau lebih nurut". I said like: Is it really happening?

Hal-hal itu membuat saya ngeh kalau profesi guru bukanlah profesi yang biasa. Pekerjaannya jauh dari sekedar menyampaikan pelajaran di kelas. Ada tanggungjawab yang harus diembannya: menjadi sosok yang digugu lan ditiru. Apa jadinya kalau guru tidak memberikan yang terbaik dari dirinya?


No comments:

Post a Comment

5.50 PM: Menikmati Waktu

Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...