Monday, 18 January 2021

Tentang Panggilan "Sayang"

Jika kembali ke masa sekitar sepuluh atau lima belas tahun belakang, panggilan "sayang" ini tidak sepopuler sekarang. Penggunaannya terbatas, bisa dibilang demikian. Waktu saya masih remaja, jarang sekali panggilan ini terdengar, bahkan between lovers sekalipun. Well, mungkin mereka saling memanggil sayang tapi nggak di depan umum kali, ya. Sekarang? Panggilan ini terkesan diumbar; nggak spesial, nggak eksklusif. 

Belakangan, panggilan "sayang" seliweran di media sosial (yang saya gunakan), di percakapan atau status. I even surprised myself dengan menggunakan kata itu lebih sering dibandingkan sebelum-sebelumnya. Panggilan "sayang" ini tidak lagi hanya ditujukan kepada orang terdekat seperti orangtua ke anak atau sebaliknya, ke pasangan atau (yang cuma berstatus) pacar, tapi lingkupnya lebih luas. 

Antar Teman
Biasanya sih, antar teman perempuan. Serem juga kalo antar teman laki-laki 😆. Menariknya, panggilan sayang ini tidak hanya dipakai antar teman dekat, tapi juga antar teman yang...cuma teman aja gitu. Ke adik kelas, ataupun teman yang usianya lebih muda, kata ini juga sering digunakan, sepengamatan saya. 

Ada juga yang memakainya secara casual, ke teman yang berlawanan jenis. Kalimat yang sering saya baca adalah "Canda,sayang". Sayang beneran? Entah. Mereka lah yang tau.

Guru ke Siswa, & Vice Versa
This is what I surprisingly did. Yang sering saya temui adalah dari guru wanita, memang, ke siswinya. Pernah juga sih, mendengar guru laki-laki yang memanggil siswi dengan kata "sayang". Nggak banyak, tapi ada. 

Sebaliknya, ada juga siswi bahkan siswa yang memanggil gurunya dengan sebutan "sayang". Again, inipun saya juga mengalami. Kalau dari guru ke muridnya (sesama jenis ya), mungkin masih mudah diterima, tapi kalau sebaliknya? Cukup menarik😆. Bagi mereka yang berpandangan bahwa guru harus dihormati, mungkin akan merasa bahwa memanggil guru dengan "sayang" adalah hal yang kurang sopan. Tetapi lain halnya dengan mereka yang harus mengajar generasi milenial dan alpha, mungkin pandangan mereka berbeda. Me? Yang memanggil saya dengan sebutan "sayang" biasanya mereka yang dekat secara personal, so for me, it's fine selama tidak berlebihan. 

Tapi untuk orang yang cukup old fashioned macem saya, panggilan ini cukup bikin jengah kalau ditujukan ke lawan jenis, dalam konteks hubungan guru-murid ataupun hubungan yang biasa-biasa aja, tidak dekat. 
---
Sopan atau tidak sopan, baik atau tidak baik, tepat atau tidak tepat; lagi -lagi penggunaan kata "sayang" ini akan dinilai sesuai prinsip yang dipegang oleh yang memanggil ataupun yang dipanggil. 

Cuma rasanya, IMHO, kok sepertinya sebutan "sayang" ini tidak sekuat dulu maknanya ya. Tidak sungguhan "sayang", hanya lip service semata. That's what I feel. Tapi percayalah, if I call you that way, I mean it😉🥰

Pesan saya, mind what you say. Tidak semua orang nyaman dipanggil "sayang". Tidak semua lawan jenis bakal biasa aja kalau dipanggil "sayang", ada yang jadi terbawa perasaan alias baper. So, perhatikan  pilihan kata kita dan orang yang kita ajak bicara, ya. 

Wednesday, 6 January 2021

Enaknya Berbaik Sangka

Chat yang Tidak Berbalas

 "Gue chat kok ga dibales sih, padahal online?"

Mungkin dia sedang sibuk,

mungkin dia sedang mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai,

mungkin dia sedang bercengkerama dengan keluarganya,

mungkin dia sedang membahas hal lain yang lebih penting

mungkin dia sedang mikir, mau balas apa.

Atau jangan-jangan, dia tidak berkenan dengan pesan kita? Merasa terganggu?

Seharusnya kita lebih sabar menunggu. Toh kalau memang dia merasa perlu membalas dan memang chat-nya penting, tentunya akan dibalas.

-------

Gitu Aja Marah! Gitu aja Sedih! Baper!

Mungkin dia sedang ada masalah dengan keluarga atau temannya,

mungkin orangtuanya baru saja bertengkar di depannya,

mungkin seseorang menabrak motornya pagi itu,

mungkin dia lagi PMS,

Atau memang kata-kata kita yang terlampau kasar; perbuatan kita menyinggung dia?

Seharusnya kita bisa lebih memaklumi, lebih berempati.

------- 

Enak banget rasanya ya, kalau bisa seperti itu setiap kali punya pikiran negatif tentang sesuatu atau seseorang. Sebagian dari kita lebih sering berprasangka buruk lebih cepat dibanding memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain, lalu menerka-nerka, bahkan mereka-reka cerita. Padahal kita tidak tau kondisi apa yang sedang dialami orang tersebut.

Husnudzon atau berbaik sangka ini memang bukan hal yang mudah untuk selalu diterapkan sih. Tapi layak untuk dilatih. Caranya? Ketika terlintas prasangka buruk, segera cari lawannya. Kalau kata Aa Gym, carilah seribu alasan untuk berbaik sangka pada seseorang. Dengan begitu, (semoga) hati dan pikiran kita akan lebih tenang.

5.50 PM: Menikmati Waktu

Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...