Selalu menarik ngomongin soal jodoh. Dari beberapa hal sisi
kehidupan manusia, jodoh sudah ditetapkan Allah sebagai salah satu yang
kepastiannya sudah ada sejak kita baru berusia empat bulan dalam kandungan. Dan
kepastian itu baru akan kita ketahui bertahun-tahun kemudian, ketika kita
menjalin ikatan pernikahan dengannya.
Jodoh itu misteri. Itu betul. Tak ada yang tahu hingga
waktunya tiba. Jadi, tak perlu lah ngintip-ngintip siapa jodoh kita lewat
orang-orang (yang ngakunya) pintar. Tak ada yang tau selain Sang Pencipta,
tentu saja.
Tapi ngomong-ngomong soal jodoh, saya selalu tertarik pada kalimat-kalimat
ampuh ini: “wanita baik untuk laki-laki yang baik, dan sebaliknya”, “kalau
jodoh ngga bakal kemana”.
Pertama. Emang sih, jodoh ngga akan kemana. Kalau sudah
jodoh, ya insyaAllah bakal ketemu. Mau tadinya jauh-jauhan, belom pernah kenal
sama sekali, atau bahkan mungkin musuhan? Bisa jadi.
Menurut pengalaman pribadi juga begitu, hehe. Saya dulu juga
ngga pernah kepikiran bakal nikah sama suami saya sekarang. Sekedar tau nama,
belum pernah ketemu, kebayang pun engga; eeh..akhirnya dipertemukan juga.
–sudah cukup curhatnya—
Nah, balik lagi ke jodoh dan its things.
Kedua. Bahwa wanita baik itu untuk laki-laki yang baik,
begitu pula sebaliknya. Yakin banget kalau ini mah.. Di Al Quran juga sudah
disebutkan dengan gamblang (cek QS. An Nuur: 26). Berarti jodoh kita itu
se-level alias satu tingkatan sama kita ya? Misal kualitas diri kita medium, ya
dapetnya yang medium, dst.
Tapi yang jadi pertanyaan saya, selevel itu menurut siapa? Saya pribadi sih meyakini kalau selevel ini ya menurut Allah. Sebagai manusia,
kadang kan persepsi kita beda-beda. Yang menurut kita bagus, belum tentu bagus
menurut-Nya; dan sebaliknya tentu.
Itulah kenapa kadang kita ngeliat pasangan yang ngga selevel
(menurut kita) dan bertanya “kok bisa ya si X sama si Y? padahal kan si X kan
bla bla bla, sedangkan si Y kan engga”. Nah lo!
Bisa jadi kriteria selevel
itu tidak mesti sama persis.
Perumpamaannya gini: Di kelas, si A dan B punya nilai akhir sama yaitu 90,
padahal nilai UAS si A lebih bagus dari si B. Kenapa level akhirnya bisa sama?
Usut punya usut, ternyata B lebih aktif di kelas daripada A, dia juga tidak
pernah terlambat seperti B. Itu jadi nilai tambah tersendiri buat B.
Kalau di kasus jodoh-menjodoh (menjodoh—kosakata baru :D), A
dan B bisa berjodoh padahal A penyabar dan B tidak sabaran karena mungkin
masing-masing punya plus minusnya yang akhirnya membuat ‘kualitas’ keduanya
sama.
Makanya, kalau ada yang pernah pacaran atau sedang pacaran dan
nantinya putus (saya ngga doain lho), tidak usahlah risau. Bisa jadi,
sekali lagi bisa jadi, dia memang bukan jodoh terbaik. Mungkin level kalian
sudah tidak lagi sama. Mungkin dia sudah lebih tinggi tingkatnya, atau malah
sebaliknya. Atau bisa jadi juga, “belum” jodohnya; yang artinya mungkin nanti
bisa ketemu lagi saat sudah berada di level yang sama.
Kalau sudah begitu, tinggallah tugas kita untuk introspeksi
diri kemudian terus memperbaiki diri. Kalau jodoh tak kemana. Kalau nggak
jodoh, mau kemana juga nggak ketemu J
Above all, every God’s decision is the best one for us J
Ini kok jadi semacam nasehat patah hati ya? Tapi semoga
bermanfaat. Cheers!
wehehehe... akhirnya nulis lagii adekku :D
ReplyDeleteJAM!!
Jodoh Adalah Misteri
dan mari sambut hadirnya kalimat.. "OOO... ini to maksudnya aku dipertemukan dengan beliau"
karena selalu ada maksud di balik setiap hal, termasuk saat kita masing-masing dipertemukan dengan pasangan kita :)
:D
ReplyDeleteisin soale, mase rajin nulis mosok adik'e males..hahaha
that's true! maybe you're going to feel it too, someday ;)