Saturday, 21 December 2019

Belajar dari Wali dan Anak Murid

Bagi orang tua, seburuk apapun anak (di mata orang), dia tetaplah orang yang spesial dan berharga.

Hari ini dan kemarin adalah jadwal pengambilan rapor semester genap, saatnya saya (sebagai wali kelas) bertemu dan berbincang dengan orang tua, wali murid. Hari seperti ini selalu saya nantikan karena selalu seru rasanya ngobrol dengan orang tua anak-anak; mengetahui sisi lain anak-anak yang biasanya hanya saya temui di sekolah atau di luar sekolah secara terbatas.

Setiap cerita yang disampaikan, selalu memberi saya -yang belum menjadi orangtua ini- pengalaman dan pelajaran. Saya selalu percaya kondisi keluarga akan berdampak pada tingkah laku, akhlak, bahkan kemampuan anak di sekolah; akademik maupun non-akademik. Tetapi, terkadang sebagai guru, beberapa ada yang quick to judge; hanya melihat bagaimana kondisi anak di sekolah; which is ga salah dikarenakan terbatasnya pengetahuan guru tentang murid.

Dua hari ini, saya membuktikan apa yang saya yakini bahwa kondisi keluarga akan mempengaruhi anak-anak. Beberapa murid yang (terlihat) memliki hubungan yang baik dengan anggota keluarganya cenderung percaya diri, tidak banyak mengalami kesulitan di sekolah, dan lebih ceria. Tetapi ternyata tidak semua seperti itu. Ada faktor lain yang tidak kalah penting, yaitu lingkungan dan teman-teman. Ada yang tidak terlalu dekat dengan keluarga tetapi punya teman-teman yang baik; itu berimbas baik untuk si anak; dan sebaliknya.

Dari semua yang amati, ada satu pelajaran yang paling mengena di hati: "Bagi orang tua, seburuk apapun anak (di mata orang), dia tetaplah orang yang spesial dan berharga". Pelajaran ini datangnya dari ibu seorang anak murid yang secara umum (dianggap) tidak terlalu bagus di bidang akademik, doyan tidur di kelas, dan punya sikap yang masih jauh dari sempurna. Rasanya ingin menangis waktu si ibu bilang: "Si XX ini semangat saya bu". Maasya Allah. Ibunya bercerita tentang bagaimana si anak ini paling rajin membantu di rumah, mengerjakan pekerjaan domestik seperti menyapu, mengepel, belajar mencuci, bahkan membuat ayahnya (yang sedang terbaring sakit) tertawa. Terharu.

Aduh, betapa sering kita menilai orang hanya dari yang tampak di mata kita. Padahal kalau mau berkenalan lebih lanjut, mungkin ada hal lain yang bisa kita lihat. Menjadi wali kelas bukan hal yang mudah, tetapi ada something extra yang menyenangkan: kesempatan untuk mengenali anak murid lebih jauh sekaligus belajar banyak hal dari mereka.

Thursday, 12 December 2019

Selamat Hari Lahir, Bapak.

Lagu Memories-nya Maroon 5 siang ini sungguhan membawa sedikit kilas balik tentang Bapak. Kebetulan pula hari ini adalah tanggal lahir Bapak, ingatan dan kenangan tentang beliau datang dengan sendiri, diiringi dengan rasa sedih yang menyeruak.

Iya, sudah tujuh puluh lima hari Bapak pergi, dan rasanya masih unbelievable. Tak terbayang rasanya nanti waktu pulang ke rumah dan ga ada Bapak di tempat tidurnya.

29 September 2019. I didn't see it coming. Well, I actually knew that time would come; the time when I would lose my dad. I just didn't see it coming that fast, in that morning. I was going to take ablution when I checked on my dad who was -I guessed- sleeping. I focused on his chest hoping to see that movement. I was relieved to see it. Then, I left, took wudhu and performed subuh prayer. Not long after it, Mom anxiously came to us, me-my brother-sister in law. We rushed to Bapak's bedroom and I didn't see that movement any longer. I was speechless; and even dumbstruck with sorrow when my sister-in-law confirmed that Bapak has passed away.

My last memory with him was when I fed him steamed singkong. When I wanted to take something, he said "Where'd you go?". Those were the last words -he could barely said- I heard. My dad, who used to have tall-strong body and loud voice, was at that time very skinny. His cheekbones, rib bones, were slightly seen. The diabetes has taken every single strength he had.

I never had the perfect dad-daughter relationship with Bapak. We disagreed a lot. I got angry many times. Maybe he felt the same about me. Despite those disagreements and anger, I believed we loved each other although we rarely showed it. My mom once said that no one would ever love me the way Bapak did. That's why when I got annoyed or angry at Bapak, I would recall the good deeds he had done for me and the family. It worked, every time.

When he got sick; getting worse from time to time, my kind-of-hatred feeling was gradually dissolving. I grew fonder of him. Still not a perfect relationship, but better. Seeing him on the bed, seeing how hard he could speak really broke my heart every time I visited our house in Purworejo. Now, it is so much more heartbreaking to be unable to see him anymore.

Selamat hari lahir, Bapak, untuk usia yang tidak sempat kau lewati. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk Bapak, menunjukkan indahnya surga sebagai pemandangan sehari-hari. Allahumagfirlahu warkhamhu wa'afihi wa'fu'anhu.



Wednesday, 3 April 2019

Perdana: Mudik Bersama Kereta Api Ekonomi Premium

Tanggal 29 Maret 2019 kemarin akhirnya saya naik kereta ekonomi premium Sawunggalih Pagi rute Pasar Senen-Kutoarjo. Saya bilang 'akhirnya' karena sebelumnya sudah beberapa kali maju-mundur (dan akhirnya mundur) untuk mudik dengan kereta ini.

Sudah beberapa bulan berlalu sejak pengumuman munculnya kereta ekonomi premium. Alasan saya tidak segera mencoba kereta ini adalah karena khawatir keretanya tidak senyaman kelas bisnis yang biasa saya pilih. Terlebih, pengaturan tempat duduk yang berbeda.
Jadi, here it is, pengalaman saya naik kereta ekonomi premium.
~~~
Saya pesan tiket di tiket.com H-1. Untungnya masih bisa pilih nomor tempat duduk. Sebelumnya, saya sudah baca-baca tips memilih nomor tempat duduk yang kursinya menghadap ke depan, searah laju kereta. Menurut beberapa artikel yang saya baca, untuk tempat duduk nomor kecil (1-10) itu menghadap ke belakang dan 11-17 menghadap ke depan, untuk keberangkatan dari Jakarta ke arah timur. Ini berlaku sebaliknya.

Meskipun sudah tau harus memilih kursi nomor berapa, saya kembali sedikit khawatir saat membaca artikel yang bilang aturan bisa berubah. Duh. Karena sudah terlanjur beli tiket, ya sudah, there goes nothing lah.

Saat kereta datang, saya agak kaget karena kereta dengan tulisan 'Premium' di dekat pintu masuknya itu terlihat seperti berlapis seng, berkilau 😂. Rangkaian gerbong premium ada di belakang gerbong eksekutif. Of course.

Saya pilih kursi nomor 13D. Saat masuk dan mencari tempat duduk, lega rasanya karena pilihan tidak salah. Alhamdulillah tidak harus tidur sepanjang perjalanan karena puyeng.

Tempat Duduk
Tempat duduknya lebih mirip dengan kereta eksekutif, yaitu dua kursi terpisah (tapi dempet) yang bisa direbahkan, dengan sandaran tangan yang bisa dinaik-turunkan. Bedanya, kursi tidak bisa diputar dan ruang untuk kaki lebih sempit, pun tidak ada injakan untuk kaki.

Di depan kursi kita, lebih tepatnya tempat duduk orang di depan kita, terdapat kantong kursi (What should we call that?😁), seperti yg kita temui di kelas eksekutif atau pesawat kelas ekonomi. Jadi, kita bisa meletakkan barang kecil seperti tempat minum atau buku di kantong kursi tersebut. Lumayan membantu. Satu lagi, di kantong tersebut, kita bisa menemukan katalog menu makanan dan minuman yang bisa dipesan berikut harganya.

Oya, di bagian atas tempat duduk, di space antar jendela, ada cantolan, seperti yang ada di bagian bawah tempat nge-charge di samping tempat duduk. Bagus sih, tapi agak mengganggu pemandangan kalau banyak kresek atau tas bergelantungan di situ.

Pelayanan
Sama sih, seperti kelas bisnis atau ekonomi. Bantal dan selimut harus bayar lagi. Layanan makanan juga masih ada yang datang pergi seperti biasa. Begitu juga dengan petugas kebersihannya.

Fasilitas Umum
Toilet yang ada di kelas ekonomi premium ini ada dua, toilet jongkok dan duduk. Tempatnya ada di sebelah kanan dan kiri di bordes. Desainnya seperti di toilet pesawat ekonomi, sempit, tapi sayangnya berbau tidak sedap. Bahkan belum masuk toilet pun baunya sudah tercium. Eh tapi ibu-ibu yang duduk di samping saya bilang toiletnya wangi. Hmmm... mungkin karena beliau masuk di waktu pagi dan saya siang siang iseng ke toilet. Bagian ini definitely perlu perbaikan, sih.

Tempat untuk meletakkan tas tersedia di bagian atas sebagaimana biasanya. Tampilannya lebih seperti kereta eksekutif. Secara pribadi, saya lebih suka yang ada di kereta bisnis yang dibuat dari susunan besi jarang-jarang, sehingga kita bisa melihat tas milik kita hanya dengan mendongakkan kepala.

Siang hari, saya kepanasan. Entah hanya saya atau yang lain juga. Tapi ketika saya berjalan ke belakang, hawanya lebih adem. AC-nya (yang entah ada di mana) pilih kasih.

Goncangan
Saya pikir goncangan di kereta ekonomi lebih parah terasanya. Setelah perjalanan balik Jakarta saya naik kereta bisnis, ternyata terasanya sama.wkwkwk

Waktu Kedatangan
Tidak seperti kereta ekonomi biasa yang lebih sering tidak tepat waktu karena mungkin mengalah dengan dua kelas kereta di atasnya, Sawunggalih Pagi tepat waktu.

Harga Tiket
Karena ekonomi premium ini dibuat untuk menggantikan kelas bisnis, harganya pun tidak berbeda. Perjalanan perdana saya kemarin menghabiskan 250ribu rupiah. Iyaa, mahal kaan.
~~
Seperti itulah pengalaman perdana naik kereta kelas ekonomi premium. Selain tempat duduk, rasanya tidak ada perbedaan yang signifikan. Dann...secara umum, saya lebih memilih kereta bisnis, yang kini sudah susah dicari 😶 #backtokelasbisnisaja

5.50 PM: Menikmati Waktu

Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...