Novel Inspiratif dari Bang Tere Liye
RESENSI
Judul:
Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Pengarang:
Tere Liye
Nama Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit:
2012
Tebal Buku:
3, 1 cm, 20cm x 13 cm
Jumlah Halaman:
512 halaman
Sepotong Pesan dari Kau, Aku , dan Sepucuk Angpau Merah
Hidup
ini selayaknya kotak misteri berisi gulungan-gulungan kertas, yang isinya hanya
bisa kita ketahui apabila telah terbuka. Pun hidup ini mirip dengan sebuah puzzle, yang potongan-potongannta akan
menjadi satu gambar utuh jika kita jeli menempatkannya. Kisah-kisah hidup yang
terpisah jarak dan waktu terkadang saling berkaitan satu sama lain, memberikan
hikmah bagi para pelakunya.
Kedua perumpamaan hidup itulah yang coba digambarkan oleh
Tere Liye dalam novel yang berjudul Kau,
Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Novel setebal 512 halaman ini mengisahkan
perjalanan cinta seorang anak muda bernama Borno dengan Mei, gadis keturunan
Cina yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Judul novel sendiri merupakan
inti dari cerita: Borno dan Mei yang terhubung oleh sepucuk angpau merah.
Cerita dalam novel ini sebagian besar mengambil setting
di Pontianak, lebih tepatnya di daerah sungai Kapuas dengan segala budaya
airnya. Diawali dengan narasi khas Tere Liye di awal novel, selanjutnya novel
ini mulai menuju inti dengan mengisahkan kematian ayah Borno yang mengguncangkan
hati Borno kecil.
Tak lama setelah kematian ayah Borno, cerita bergerak
menuju kehidupan Borno sebagai seorang pemuda yang beranjak dewasa. Usai tamat
sekolah menengah atas, Borno mulai menapaki dunia pekerjaan. Borno sempat
menjalani profesi sebagai penyadap karet, penunggu tiket kapal besar yang
menjadi musuh para penarik sepit, hingga pekerja serabutan sebelum akhirnya meneruskan jejak sang ayah
menjadi pengemudi sepit dan menjadi pemilik bengkel. Dari sini lah
perjuangan cinta Borno dimulai.
Mei, seorang guru cantik yang mengajar di salah satu
sekolah Pontianak dan memiliki rumah di Surabaya, berhasil merenggut seluruh
hati Borno di awal perjumpaan. Saat menumpang di sepit Borno, Mei meniggalkan
sebuah angpau merah yang menjadi rahasia tak terungkap di sepanjang novel. Angpau
merah yang baru terbuka di akhir cerita inilah yang seharusnya Borno ketahui dari
awal. Namun, ketidaktahuan Borno akan pentingnya isi angpau ini justru yang
menjadi pemantik berlanjutnya kisah Borno dan Mei.
Seperti pelajaran
kisah cinta dalam buku Tere Liye lainnya, perjuangan menjadi salah satu
pembelajaran yang disampaikan dalam novel ini. Borno nyaris selalu berkutat
dengan perjuangannya untuk dekat dengan Mei. Bahkan untuk sekedar berkenalan
pun, sang pemuda santun ini harus menunggu beberapa waktu. Satu hal yang
menarik dari sekian banyak perjuangan Borno adalah konsistensinya untuk
menghuni urutan sepit nomor tiga belas demi berdekatan dengan pujaan hatinya.
Dengan menempati urutan ini, sepit Borno akan selalu menjadi tumpangan Nona Mei
di pagi hari kala pergi mengajar.
Di bab-bab berikutnya, Tere Liye berhasil membuat emosi
pembaca naik turun dengan cerita-cerita yang terjadi antara Borno dan Mei. Terhitung
ada beberapa bagian yang menggambarkan kegundahan hati Mei; yang membuat ia
bolak-balik Pontianak-Surabaya. Cukup memilukan membaca bagian Borno yang
kecewa karena Mei tidak datang seperti biasanya, kecewa karena Mei yang
tiba-tiba pergi, dan kekecewaan lain yang sempat membuat Borno patah arang.
Sebaliknya, ada kalanya pembaca disuguhi dengan momen-momen melegakan saat Mei
kembali berada di dekat Borno.
Selain menyajikan kisah cinta penuh perjuangan ala Borno,
novel ini pun menampilkan dua tokoh lain yang dekat dengan Borno, yaitu pak Tua
dan Andi. Pak Tua adalah sosok bijak yang selalu memberi pencerahan untuk Borno
dan sahabatnya, Andi, lewat petuah –petuah bijaknya. Dua hal yang tersampaikan melalui
kedua tokoh ini adalah persahabatan dan penghargaan kepada orang yang lebih
tua.
Persahabatan
Borno dan Andi bukan tanpa cela karena keduanya pernah berselisih hebat. Namun,
nasehat bijak Pak Tua menyelamatkan keduanya. Borno sangat menghormati Pak Tua,
terlepas dari sisi tradisional yang melekat pada sosok itu. Novel ini
mengajarkan bahwa persahabatan sejati akan mengalami ujian. Apabila persahabatan
itu benar-benar sejati, maka ujian itu pasti akan teratasi. Selain itu, penghormatan
Borno pada Pak Tua menunjukkan betapa sudah seharusnya kita menghargai
seseorang, apapun keadaannya.
Meskipun
tebal, novel ini enak dibaca. Inilah keunggulan lain dari tulisan Tere Liye; mampu
menyajikan cerita secara runtut, tidak membosankan, namun tetap sarat makna. Dialog-dialog
yang muncul membuat novel ini menarik untuk terus dibaca, dibandingkan dengan
yang didominasi oleh narasi. Di samping itu, ending yang tidak mudah ditebak menjadi pemacu tersendiri bagi
pembaca untuk cepat-cepat menyelesaikan novel. Ini adalah salah satu kriteria
novel yang baik, yaitu mampu membuat pembaca tidak sabar mengetahui akhir
cerita.
Satu hal
yang sedikit mengurangi kesempurnaan cerita adalah tidak adanya keterangan yang
cukup memadai tentang siapa Pak Tua sebenarnya. Dalam novel hanya dikisahkan
tentang Pak Tua yang hidup sendiri dan berprofesi sebagai pengemudi sepit,
orang bijaksana yang petuahnya hampir selalu menyertai langkah Borno. Sosok Pak
Tua sangat kaya dengan pengalaman hidup, termasuk pengalaman menjelajahi
daerah-daerah yang tidak pernah diperkirakan oleh Borno. Sekilas memang tidak
menjadi masalah. Tetapi, akan lebih baik jika ada sedikit saja penggambaran
mengenai masa muda Pak Tua yang telah mengubahnya menjadi sosok yang bijak.
Satu
fenomena yang cukup menarik dari novel ini adalah kemiripan plot yang
menyerupai plot dalam sinetron. Ada beberapa kebetulan-kebetulan yang terkesan
sangat sengaja dibuat untuk melanjutkan alur cerita. Seperti misalnya, Pak Tua
yang sakit dan harus dibawa ke Surabaya. Borno menemani pak Tua ke tempat
terapinya dan bertemu dengan Mei. Meskipun demikian, tentu saja cerita novel
ini jauh lebih menarik daripada sinetron. Selain itu, kebetulan-kebetulan ini
pun berhasil membuat cerita menjadi lebih dinamis, di samping juga mengaduk
emosi pembaca dengan kesedihan dan kegembiraan serta antusiame yang silih
berganti karena pertemuan dan perpisahan yang dialami dua pencinta.
Satu
kutipan dari Pak Tua yang sangat menyentuh hati dan menjadi inti dari kisah
cinta dalam novel ini adalah “Cinta itu
selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan
ceritanya sendiri”. Penggalan nasehat Pak Tua kepada Borno ini terwakili
oleh jalannya cerita antara Borno dan Mei. Keduanya mengikuti alur takdir cinta
mereka tanpa memaksa untuk tetap bersama. Ini terlihat dari sejumlah
pertemuan-perpisahan yang dialami oleh Borno dan Mei. Pun Borno tidak
tergesa-gesa dengan cintanya. Ia hanya menjaga cintanya sambil terus berharap
Mei pun melakukan yang sama. Dan cinta yang misterius ini pun berujung pada
kebahagiaan yang dialami kedua insan ini, bahkan setelah di akhir Borno sempat terguncang
kala membaca surat Mei di amplop merah yang muncul di awal cerita.
Secara
keseluruhan, novel karya Tere Liye ini sangat layak untuk dibaca, baik bagi
para remaja maupun dewasa. Bahasa yang mengalir khas Tere Liye serta beberapa
humor cerdas yang terselip akan membuat pembaca merasakan atmosfer yang
menyenangkan di setiap potongan kisah dalam novel. Selain itu, banyaknya hikmah
yang dapat diambil menjadi kekuatan utama dari buku ini, mengajarkan pembaca
tentang cinta yang harus diwujudkan dengan perbuatan, persahabatan, dan juga
perjuangan. Tere Liye boleh dikatakan berhasil dalam menulis novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah yang
inspiratif untuk pembaca.
No comments:
Post a Comment