Sunday, 1 July 2012

Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

Novel Inspiratif dari Bang Tere Liye

RESENSI
Judul: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Pengarang: Tere Liye
Nama Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2012
Tebal Buku: 3, 1 cm, 20cm x 13 cm
Jumlah Halaman: 512 halaman

Sepotong Pesan dari Kau, Aku , dan Sepucuk Angpau Merah
Hidup ini selayaknya kotak misteri berisi gulungan-gulungan kertas, yang isinya hanya bisa kita ketahui apabila telah terbuka. Pun hidup ini mirip dengan sebuah puzzle, yang potongan-potongannta akan menjadi satu gambar utuh jika kita jeli menempatkannya. Kisah-kisah hidup yang terpisah jarak dan waktu terkadang saling berkaitan satu sama lain, memberikan hikmah bagi para pelakunya.
            Kedua perumpamaan hidup itulah yang coba digambarkan oleh Tere Liye dalam novel yang berjudul Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Novel setebal 512 halaman ini mengisahkan perjalanan cinta seorang anak muda bernama Borno dengan Mei, gadis keturunan Cina yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Judul novel sendiri merupakan inti dari cerita: Borno dan Mei yang terhubung oleh sepucuk angpau merah.
            Cerita dalam novel ini sebagian besar mengambil setting di Pontianak, lebih tepatnya di daerah sungai Kapuas dengan segala budaya airnya. Diawali dengan narasi khas Tere Liye di awal novel, selanjutnya novel ini mulai menuju inti dengan mengisahkan kematian ayah Borno yang mengguncangkan hati Borno kecil.
            Tak lama setelah kematian ayah Borno, cerita bergerak menuju kehidupan Borno sebagai seorang pemuda yang beranjak dewasa. Usai tamat sekolah menengah atas, Borno mulai menapaki dunia pekerjaan. Borno sempat menjalani profesi sebagai penyadap karet, penunggu tiket kapal besar yang menjadi musuh para penarik sepit, hingga pekerja serabutan  sebelum akhirnya meneruskan jejak sang ayah menjadi pengemudi sepit dan menjadi pemilik bengkel. Dari sini lah perjuangan cinta Borno dimulai.
            Mei, seorang guru cantik yang mengajar di salah satu sekolah Pontianak dan memiliki rumah di Surabaya, berhasil merenggut seluruh hati Borno di awal perjumpaan. Saat menumpang di sepit Borno, Mei meniggalkan sebuah angpau merah yang menjadi rahasia tak terungkap di sepanjang novel. Angpau merah yang baru terbuka di akhir cerita inilah yang seharusnya Borno ketahui dari awal. Namun, ketidaktahuan Borno akan pentingnya isi angpau ini justru yang menjadi pemantik berlanjutnya kisah Borno dan Mei.
              Seperti pelajaran kisah cinta dalam buku Tere Liye lainnya, perjuangan menjadi salah satu pembelajaran yang disampaikan dalam novel ini. Borno nyaris selalu berkutat dengan perjuangannya untuk dekat dengan Mei. Bahkan untuk sekedar berkenalan pun, sang pemuda santun ini harus menunggu beberapa waktu. Satu hal yang menarik dari sekian banyak perjuangan Borno adalah konsistensinya untuk menghuni urutan sepit nomor tiga belas demi berdekatan dengan pujaan hatinya. Dengan menempati urutan ini, sepit Borno akan selalu menjadi tumpangan Nona Mei di pagi hari kala pergi mengajar. 
            Di bab-bab berikutnya, Tere Liye berhasil membuat emosi pembaca naik turun dengan cerita-cerita yang terjadi antara Borno dan Mei. Terhitung ada beberapa bagian yang menggambarkan kegundahan hati Mei; yang membuat ia bolak-balik Pontianak-Surabaya. Cukup memilukan membaca bagian Borno yang kecewa karena Mei tidak datang seperti biasanya, kecewa karena Mei yang tiba-tiba pergi, dan kekecewaan lain yang sempat membuat Borno patah arang. Sebaliknya, ada kalanya pembaca disuguhi dengan momen-momen melegakan saat Mei kembali berada di dekat Borno.
            Selain menyajikan kisah cinta penuh perjuangan ala Borno, novel ini pun menampilkan dua tokoh lain yang dekat dengan Borno, yaitu pak Tua dan Andi. Pak Tua adalah sosok bijak yang selalu memberi pencerahan untuk Borno dan sahabatnya, Andi, lewat petuah –petuah bijaknya. Dua hal yang tersampaikan melalui kedua tokoh ini adalah persahabatan dan penghargaan kepada orang yang lebih tua.
Persahabatan Borno dan Andi bukan tanpa cela karena keduanya pernah berselisih hebat. Namun, nasehat bijak Pak Tua menyelamatkan keduanya. Borno sangat menghormati Pak Tua, terlepas dari sisi tradisional yang melekat pada sosok itu. Novel ini mengajarkan bahwa persahabatan sejati akan mengalami ujian. Apabila persahabatan itu benar-benar sejati, maka ujian itu pasti akan teratasi. Selain itu, penghormatan Borno pada Pak Tua menunjukkan betapa sudah seharusnya kita menghargai seseorang, apapun keadaannya.
Meskipun tebal, novel ini enak dibaca. Inilah keunggulan lain dari tulisan Tere Liye; mampu menyajikan cerita secara runtut, tidak membosankan, namun tetap sarat makna. Dialog-dialog yang muncul membuat novel ini menarik untuk terus dibaca, dibandingkan dengan yang didominasi oleh narasi. Di samping itu, ending yang tidak mudah ditebak menjadi pemacu tersendiri bagi pembaca untuk cepat-cepat menyelesaikan novel. Ini adalah salah satu kriteria novel yang baik, yaitu mampu membuat pembaca tidak sabar mengetahui akhir cerita.
    Satu hal yang sedikit mengurangi kesempurnaan cerita adalah tidak adanya keterangan yang cukup memadai tentang siapa Pak Tua sebenarnya. Dalam novel hanya dikisahkan tentang Pak Tua yang hidup sendiri dan berprofesi sebagai pengemudi sepit, orang bijaksana yang petuahnya hampir selalu menyertai langkah Borno. Sosok Pak Tua sangat kaya dengan pengalaman hidup, termasuk pengalaman menjelajahi daerah-daerah yang tidak pernah diperkirakan oleh Borno. Sekilas memang tidak menjadi masalah. Tetapi, akan lebih baik jika ada sedikit saja penggambaran mengenai masa muda Pak Tua yang telah mengubahnya menjadi sosok yang bijak.
Satu fenomena yang cukup menarik dari novel ini adalah kemiripan plot yang menyerupai plot dalam sinetron. Ada beberapa kebetulan-kebetulan yang terkesan sangat sengaja dibuat untuk melanjutkan alur cerita. Seperti misalnya, Pak Tua yang sakit dan harus dibawa ke Surabaya. Borno menemani pak Tua ke tempat terapinya dan bertemu dengan Mei. Meskipun demikian, tentu saja cerita novel ini jauh lebih menarik daripada sinetron. Selain itu, kebetulan-kebetulan ini pun berhasil membuat cerita menjadi lebih dinamis, di samping juga mengaduk emosi pembaca dengan kesedihan dan kegembiraan serta antusiame yang silih berganti karena pertemuan dan perpisahan yang dialami dua pencinta.
Satu kutipan dari Pak Tua yang sangat menyentuh hati dan menjadi inti dari kisah cinta dalam novel ini adalah “Cinta itu selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri”. Penggalan nasehat Pak Tua kepada Borno ini terwakili oleh jalannya cerita antara Borno dan Mei. Keduanya mengikuti alur takdir cinta mereka tanpa memaksa untuk tetap bersama. Ini terlihat dari sejumlah pertemuan-perpisahan yang dialami oleh Borno dan Mei. Pun Borno tidak tergesa-gesa dengan cintanya. Ia hanya menjaga cintanya sambil terus berharap Mei pun melakukan yang sama. Dan cinta yang misterius ini pun berujung pada kebahagiaan yang dialami kedua insan ini, bahkan setelah di akhir Borno sempat terguncang kala membaca surat Mei di amplop merah yang muncul di awal cerita.
Secara keseluruhan, novel karya Tere Liye ini sangat layak untuk dibaca, baik bagi para remaja maupun dewasa. Bahasa yang mengalir khas Tere Liye serta beberapa humor cerdas yang terselip akan membuat pembaca merasakan atmosfer yang menyenangkan di setiap potongan kisah dalam novel. Selain itu, banyaknya hikmah yang dapat diambil menjadi kekuatan utama dari buku ini, mengajarkan pembaca tentang cinta yang harus diwujudkan dengan perbuatan, persahabatan, dan juga perjuangan. Tere Liye boleh dikatakan berhasil dalam menulis novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah yang inspiratif untuk pembaca.

No comments:

Post a Comment

5.50 PM: Menikmati Waktu

Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...