Satu hal yang selalu menjadi perhatian ketika musim ujian tiba adalah menyontek. Di kalangan pelajar hingga mahasiswa, tampaknya menyontek sudah menjadi kebiasaan yang sulit hilang; dari zaman saya jadi murid sampai sekarang jadi guru.
Kalau mau main salah-salahan, siapa sih sebenarnya yang paling bersalah ketika seorang murid menyontek saat ujian? Apakah murid itu sendiri? Menurut saya sih, bukan; bukan cuma murid, maksudnya.
Jika mau dirunut masalahnya, pertanyaan 'kenapa murid menyontek?' bisa jadi bahasan pertama. Ada banyak alasan, misalnya, mereka tidak belajar sebelum ujian atau tidak pede dengan jawaban sendiri. Saya pernah ngobrol dengan seorang mahasiswa bahasa inggris saya, kenapa harus menyontek. Dia menjawab supaya nilainya bagus; jadi orangtua senang. Saya masih ingat persis dia menjawab begini "Kan kasian orang tua, miss, kalau nilainya jelek. Jadi harus bayar lagi untuk ngulang mata kuliah". Baik sekali, ya?
Peran Orang Tua
Yang perlu digarisbawahi di alasan mahasiswa di atas adalah 'orangtua senang karena nilainya bagus'. Banyak (tidak semua) orang tua yang menginginkan anaknya mendapat nilai bagus di sekolah atau di kampusnya. Tidak sedikit pula yang memarahi atau menyesalkan anaknya yang nilainya jelek. Akibatnya, anak jadi berusaha dengan cara apapun (termasuk menyontek) supaya nilainya bagus sehingga mereka 'selamat' dari kemarahan orang tuanya.
Jadi, apakah anak menyontek merupakan salah orang tua? Bisa jadi. Bagaimanapun, orangtua adalah pendidik pertama bagi seorang anak. Apa yang diajarkan (seharusnya) akan menjadi dasar perilakunya di luar lingkungan keluarga. Saya yakin, kalau orang tua lebih menghargai proses belajar anak, bukan hasil (nilai), anak tidak akan menghalalkan segala cara demi nilai yang bagus.
Saya pernah bertemu dengan seorang ibu dari anak homeschooling yang amat pintar dan jujur di kelas LIA. Beliau selalu mengatakan pada anaknya "Mama bangga kalau kamu jujur mengerjakan tes. Mama nggak akan bangga kalau nilai kamu bagus tapi hasil menyontek". Amazing. Dan hasilnya, si anak memegang kata-katanya ibunya.
Peran Sekolah
Setelah orang tua, hal lain yang berkontribusi dalam proses contek-menyontek adalah elemen sekolah; peraturan sekolah, guru, dan teman. Guru yang lebih banyak mengambil nilai dari hasil tes, teman-teman yang menyontek, dan peraturan sekolah yang tidak cukup membuat tukang contek jera adalah hal-hal yang bisa mempengaruhi murid untuk menyontek.
Solusinya? Sekolah membuat peraturan ketat yang merugikan murid yang menyontek. Misalnya, siapapun yang menyontek akan mendapat nilai 0 dan dilaporkan ke orang tua. Penerapannya tentu harus konsisten, tidak pilih kasih.
Dari sisi guru, bisa diterapkan seperti ini: nilai tidak hanya didasarkan pada nilai tes (hasil). Cobalah untuk menilai proses belajar anak; seberapa keras dia mencoba dan belajar. Kenapa begitu? Karena tidak semua anak bisa menguasai satu pelajaran dengan baik. Mungkin memang minat dan kemampuannya bukan di situ. Selain itu, murid mengawali belajar di kelas dengan level yang berbeda. Contoh: di kelas Bahasa Inggris, ada anak yang sudah jago karena pernah ikut les atau ada budaya berbicara bahasa tersebut di rumahnya. Sementara itu, ada anak yang jarang tersentuh hal-hal berbau bahasa Inggris. Tentu mereka akan mengalami proses belajar yang berbeda; maka nilainya pun seharusnya berbeda.
Ada sebuah cerita yang menginspirasi (bagi saya) dari Prof. Rhenald Kasali, tentang bagaimana seharusnya guru memberi nilai untuk muridnya. Silakan dibaca di sini.
Secara keseluruhan, menurut pendapat saya, bagian yang paling penting adalah diri (si murid) sendiri. Sepanjang dia memiliki pegangan dan prinsip yang kuat, maka faktor luar seperti peraturan sekolah atau perilaku teman tidak akan mempengaruhi. Darimana pegangan itu berasal? Hasil pendidikan di lingkungan keluarga. Peran sekolah ada di nomor berikutnya.
My Posts
- About Family&Friends (10)
- Belajar Bahasa (Inggris) (9)
- Book-Song-Film (7)
- FYI (8)
- My Thoughts-Ideas (70)
- Teacher's Life (20)
- Travelings&Events (9)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5.50 PM: Menikmati Waktu
Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...
-
Menyambung postingan sebelumnya tentang idiom, berikut dua puluh lima idiom yang sering dipakai di bahasa Inggris sehari-hari. Lumayan untuk...
-
Sejak menjadi guru, saya mulai tertarik dengan hal-hal 'berbau' guru; mulai dari buku, website, sampai film bertemakan guru dan atau...
-
Ini diaaa...akhirnya selesai juga tulisan saya untuk diperjuangkan di Lomba Tulis Nusantara Kemenparekraf. Tentu ide cerita bukan murni da...
No comments:
Post a Comment