Workshop beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan guru dari beberapa daerah di Indonesia. Setelah penyampaian materi, kami diminta untuk melakukan kerja kelompok. Nah, waktu bekerja sama inilah saya menemukan fakta bahwa ternyata perilaku guru saat bekerja kelompok mirip dengan muridnya.
Pembicara meminta kami membentuk kelompok, berlima atau berenam. Di sekitar saya duduk, ada enam orang. Kami pun langsung 'nego' dengan berkata "tujuh aja deh, udah pas ini". Ada pula yang nyeletuk 'tujuh aja deh, mager nih'. They're very much like the students; and I might be, too :)
Persis ketika di kelas, biasanya akan ada murid yang mengatakan hal sama; baik karena mereka males gerak, atau karena maunya satu grup dengan teman satu geng.
Setelah akhirnya salah satu dari kami pindah, kami pun merapatkan tempat duduk untuk berdiskusi. Kami saling bertatap kemudian muncul pertanyaan semacam: "Kita suruh ngapain sih?". Gubrak.
Ketika diberikan instruksi, adakalanya murid tidak begitu paham apa yang harus mereka lakukan. Sayangnya, para murid ini tidak berani atau enggan bertanya meminta penjelasan. Itu juga terjadi pada kami, para guru, di hari itu. Ini membuat saya belajar sesuatu; saat meminta murid mengerjakan sesuatu, guru harus memastikan semua murid mengerti apa yang harus dilakukan.
---
Saya jadi teringat kata-kata seorang trainer ketika saya ikut training di LIA sekitar 2,5 tahun yang lalu: sebagai guru, alangkah baiknya kalau kita bisa berempati dengan perasaan murid. Pada saat itu, beliau memberi kami kertas berisi beberapa kata-kata dalam bahasa daerah yang belum kami kenal. Kami diminta menghafal kata-kata tersebut. Hasilnya? Tentu kami menemui kesulitan. Melihat hal itu, beliau pun berkata: "Begitulah perasaan murid kita ketika kita mengajari mereka bahasa asing (Inggris)".
Dari pengalaman-pengalaman di atas, saya menyimpulkan bahwa guru seringkali harus 'mempelajari' muridnya, supaya bisa lebih berempati dan membuat murid nyaman ketika belajar. Very well said.
Persis ketika di kelas, biasanya akan ada murid yang mengatakan hal sama; baik karena mereka males gerak, atau karena maunya satu grup dengan teman satu geng.
Setelah akhirnya salah satu dari kami pindah, kami pun merapatkan tempat duduk untuk berdiskusi. Kami saling bertatap kemudian muncul pertanyaan semacam: "Kita suruh ngapain sih?". Gubrak.
Ketika diberikan instruksi, adakalanya murid tidak begitu paham apa yang harus mereka lakukan. Sayangnya, para murid ini tidak berani atau enggan bertanya meminta penjelasan. Itu juga terjadi pada kami, para guru, di hari itu. Ini membuat saya belajar sesuatu; saat meminta murid mengerjakan sesuatu, guru harus memastikan semua murid mengerti apa yang harus dilakukan.
---
Saya jadi teringat kata-kata seorang trainer ketika saya ikut training di LIA sekitar 2,5 tahun yang lalu: sebagai guru, alangkah baiknya kalau kita bisa berempati dengan perasaan murid. Pada saat itu, beliau memberi kami kertas berisi beberapa kata-kata dalam bahasa daerah yang belum kami kenal. Kami diminta menghafal kata-kata tersebut. Hasilnya? Tentu kami menemui kesulitan. Melihat hal itu, beliau pun berkata: "Begitulah perasaan murid kita ketika kita mengajari mereka bahasa asing (Inggris)".
Dari pengalaman-pengalaman di atas, saya menyimpulkan bahwa guru seringkali harus 'mempelajari' muridnya, supaya bisa lebih berempati dan membuat murid nyaman ketika belajar. Very well said.
No comments:
Post a Comment