Di perjalanan enam hari yang lalu, melihat sebaris
tulisan ini "Emosi Bukan Solusi". Bukan di baliho ataupun spanduk,
tetapi di badan kendaraan umum. Yak, kata emosi memang tidak terpisahkan dari
dunia lalu lintas. Nggak heran, tulisan semacam tadi ditempel di badan kendaraan. Mungkin si penempel meniatkannya untuk syiar kebaikan?
Sebelum masuk ke inti tulisan, mari
seragamkan dulu pengertian dari kata emosi. Dari KBBI online, kata 'emosi' mempunyai beberapa arti:
emosi/emo·si/ /émosi/ n 1 luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2 keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif); 3 cak marah; -- keagamaan getaran jiwa yang menyebabkan manusia berlaku religius;
Kata emosi di tulisan ini berarti "marah", yang pemakaiannya berada di ranah informal, yaitu ragam bahasa percakapan ('cak' di pengertian di atas berarti percakapan-red).
Seringkali di dalam perjalanan hidup, kita dihadapkan pada situasi yang membuat api amarah tersulut; entah itu di rumah, di sekolah, tempat kerja, bahkan di jalanan. Penyebabnya pun banyak, dari hal-hal sepele hingga permasalahan level tinggi. Terkadang, emosi ini bisa dikendalikan, tetapi tidak jarang juga tersalurkan dalam bentuk ucapan atau tindakan -yang biasanya- tidak baik.
Emosi bukanlah solusi. Marah saja memang tidak bisa menyelesaikan masalah. Sepakat sekali dengan frase ini. Alih-alih,ia justru akan menimbulkan masalah baru; minimal memberikan satu dampak negatif untuk orang yang emosi atau orang-orang di sekitarnya.
Contoh: ketika di jalan, kaca spion berubah arah karena tersambar kendaraan dari belakang. Rugi kah kita? Tentu rugi kalau kemudian spion menjadi longgar dan tidak bisa berfungsi seperti semula. Dalam situasi ini, jika kita emosi dan meluapkannya dengan cara memaki atau berteriak kepada si penyambar, apakah masalah selesai? Tidak. Yang ada, kita mengeluarkan energi yang tidak perlu. Di samping itu, kata-kata kasar dari mulut kita akan terdengar di telinga mereka yang seharusnya tidak perlu mendengarnya. Malah bisa membuat mereka ikutan emosi. Merugikan orang lain, dong, kita?
Tapi kan, kalau kita marahin, si orang akan sadar? Kalau ada pernyataan semacam ini, gampang jawabannya: menyadarkan orang tidak melulu harus pakai marah, kan?
Yaaa..itu sih secara teori ya. Haha J. Sometimes it's not that easy untuk mengendalikan emosi dalam diri kita, terlebih jika kondisi psikis dan fisik sedang tidak mendukung (misalnya sedang dalam keadaan lelah atau terburu-buru). Tetapi, tidak ada salahnya mencoba. Akan butuh waktu, pastinya.
Kalau kita sudah berniat untuk mengelola emosi, berlatih untuk tidak meluapkan amarah di tempat kejadian perkara dengan cara yang tidak baik; maka suatu saat nanti mungkin kita bisa merasakan kedamaian yang melapangkan dada. Kita bisa tersenyum ikhlas saat ada yang menyalahi kita dengan sengaja atau tidak. Indah, bukan?
#salamDamai
emosi/emo·si/ /émosi/ n 1 luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2 keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif); 3 cak marah; -- keagamaan getaran jiwa yang menyebabkan manusia berlaku religius;
Kata emosi di tulisan ini berarti "marah", yang pemakaiannya berada di ranah informal, yaitu ragam bahasa percakapan ('cak' di pengertian di atas berarti percakapan-red).
Seringkali di dalam perjalanan hidup, kita dihadapkan pada situasi yang membuat api amarah tersulut; entah itu di rumah, di sekolah, tempat kerja, bahkan di jalanan. Penyebabnya pun banyak, dari hal-hal sepele hingga permasalahan level tinggi. Terkadang, emosi ini bisa dikendalikan, tetapi tidak jarang juga tersalurkan dalam bentuk ucapan atau tindakan -yang biasanya- tidak baik.
Emosi bukanlah solusi. Marah saja memang tidak bisa menyelesaikan masalah. Sepakat sekali dengan frase ini. Alih-alih,ia justru akan menimbulkan masalah baru; minimal memberikan satu dampak negatif untuk orang yang emosi atau orang-orang di sekitarnya.
Contoh: ketika di jalan, kaca spion berubah arah karena tersambar kendaraan dari belakang. Rugi kah kita? Tentu rugi kalau kemudian spion menjadi longgar dan tidak bisa berfungsi seperti semula. Dalam situasi ini, jika kita emosi dan meluapkannya dengan cara memaki atau berteriak kepada si penyambar, apakah masalah selesai? Tidak. Yang ada, kita mengeluarkan energi yang tidak perlu. Di samping itu, kata-kata kasar dari mulut kita akan terdengar di telinga mereka yang seharusnya tidak perlu mendengarnya. Malah bisa membuat mereka ikutan emosi. Merugikan orang lain, dong, kita?
Tapi kan, kalau kita marahin, si orang akan sadar? Kalau ada pernyataan semacam ini, gampang jawabannya: menyadarkan orang tidak melulu harus pakai marah, kan?
Yaaa..itu sih secara teori ya. Haha J. Sometimes it's not that easy untuk mengendalikan emosi dalam diri kita, terlebih jika kondisi psikis dan fisik sedang tidak mendukung (misalnya sedang dalam keadaan lelah atau terburu-buru). Tetapi, tidak ada salahnya mencoba. Akan butuh waktu, pastinya.
Kalau kita sudah berniat untuk mengelola emosi, berlatih untuk tidak meluapkan amarah di tempat kejadian perkara dengan cara yang tidak baik; maka suatu saat nanti mungkin kita bisa merasakan kedamaian yang melapangkan dada. Kita bisa tersenyum ikhlas saat ada yang menyalahi kita dengan sengaja atau tidak. Indah, bukan?
#salamDamai
Even the cute Minnie doesn't look cute when she's angry cliparts.co |