Tiga bulan sama dengan tiga minggu? Kalau dinalar secara umum, jelas nggak wajar. Tetapi kalau dilihat dari sudut pandang lain, persamaan itu menjadi mungkin benar. Ini berlaku dalam hal mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah, atau dosen di kampus. Dan, ya, sejak dari dahulu pun ini sudah umum terjadi. 😅😄
Setiap guru atau dosen biasanya sudah mempertimbangkan segala hal sebelum akhirnya memberikan tenggat waktu pengerjaan tugas. Misalnya, jika tugas dipandang tidak memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan, maka durasi pun dibuat pendek; dan begitu pula sebaliknya.
Akan tetapi, tidak semua murid atau mahasiswa (sekalipun) memahami ini, dan melaksanakan tugas sesuai harapan guru atau dosen. Dalam kenyataannya, kalau mereka diberi waktu seminggu, banyak yang baru mulai mengerjakan satu atau dua hari sebelum deadline.
How come?
Kok bisa ya para anak murid yang cerdas ini memunculkan persamaan 3bulan=3 minggu, 7hari=2hari? Ada beberapa kemungkinan jawaban:
Satu, mereka sibuk dengan tugas-tugas dan kegiatan di luar jam sekolah/kampus. Sebagaimana kita tahu, anak sekolah zaman sekarang kadang terlihat lebih sibuk dari orang yang sudah bekerja. Mereka belajar dari pagi hingga sore, ikut les di sana- sini, masih harus mengerjakan seabreg tugas sekolah. Belum lagi kalau mereka tergolong aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dikenal cukup menyita waktu.
Meskipun menggunakan alasan 'sibuk' sebagai alasan untuk molor atau malah tidak mengerjakan tugas bukanlah hal yang cerdas, tetapi setidaknya para penddik bisa berempati sedikit dengan suka-duka anak sekolah zaman kini.😋
Dua, para murid ini memang tidak butuh waktu banyak untuk mengerjakan tugas tertentu, sehingga mereka bisa menyelesaikannya lebih cepat dari teman yang lain. Akan tetapi, ada berapa banyak jenis murid yang seperti ini? Silakan dijawab sendiri.
Tiga, ini su'udzon saya aja sih, mereka tergolong tipe 'penunda' yang punya kalimat sakti 'entar aja ah'.Kalau sudah termasuk tipe ini, mereka akan punya sejuta alasan untuk tidak mengerjakan tugas segera atau malah tidak mengerjakannya sama sekali.
Empat, tidak adanya kerjasama antar anggota tim. Ini khusus berlaku untuk tugas kelompok yang seharusnya dikerjakan bersama oleh seluruh anggota. Jika ada satu dua orang 'penyelamat', tugas tetap akan beres karena mereka inilah yang akan merelakan diri mengerjakan tugas. Tapi jelas bukan, itu bukan hal yang bagus?
Terlebih jika tipe tugasnya memerlukan semua anggota kelompok untuk berpartisipasi, misalnya tugas drama. Tidak lengkapnya personil tim sudah pasti akan mengganggu kelancaran persiapan.
Kesimpulannya, ada sejumlah kemungkinan yang membuat murid atau mahasiswa mengerjakan tugas mepet deadline; yang bisa menyebabkan hasilnya tidak memuaskan. Untuk para pendidik, mungkin perlu untuk memahami kondisi mereka. Ini tidak berarti selalu menolerir lho ya, tetapi lebih pada bagaimana mengatur supaya tugas dikerjakan tepat waktu dengan hasil sesuai yang diharapkan.
Untuk para pelajar, tentu ini menjadi waktu-waktu krusial untuk melatih diri supaya bisa mengatur waktu dengan baik. Di antara sekian banyak murid, pasti ada yang mengerjakan tugas 'di awal waktu', dan mereka inilah yang seharusnya menjadi panutan. Mengatur waktu dan menentukan skala prioritas adalah keterampilan yang membutuhkan waktu untuk menguasainya. The sooner (you start to learn), the better.
My Posts
- About Family&Friends (10)
- Belajar Bahasa (Inggris) (9)
- Book-Song-Film (7)
- FYI (8)
- My Thoughts-Ideas (70)
- Teacher's Life (20)
- Travelings&Events (9)
Monday, 28 November 2016
Sunday, 27 November 2016
Resensi: Tentang Kamu
Baru saja menyelesaikan novel terbaru Tere Liye berjudul 'Tentang Kamu'. Di awal, sebelum buku ini diterbitkan, seperti biasa Tere Liye woro-woro di fanpagenya; tentu saja di Facebook, satu-satunya akun media sosial saya yang paling layak disebut aktif. Ketika melihat judulnya, saya mbatin, novel ini akan berisi kisah romance, mungkin semacam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Setelah membacanya? Ternyata saya salah. Fiuh.
Tema besar dari novel ini, menurut saya, adalah tentang bagaimana kita menguatkan diri untuk menrima semua kesedihan yang menimpa kita, menjadikannya kekuatan untuk melangkah di fase selanjutnya. Tere Liye memakai istilah yang menjadi favorit saya: 'memeluk semua kesedihan'.
Setebal 524 halaman, Tentang Kamu menceritakan perjalanan Zaman Zulkarnaen, seorang junior associate (jabatan di bawah senior lawyer di sebuah firma hukum) di Thompson&Co., London; dalam menelusuri kehidupan seorang Sri Ningsih. Sri yang baru saja meninggal rupanya telah menitipkan amanat kepada Thompson&Co. untuk mengurus warisannya yang bernilai 19 triliun rupiah. Selain hasil kerjanya yang dinilai memuaskan, kenyataan bahwa Zaman dan Sri berasal dari negara yang sama, Indonesia, membuat pimpinan firma menyerahkan kasus ini pada Zaman.
Yang menjadi masalah dalam urusan warisan ini adalah tidak adanya informasi utuh tentang siapa yang menjadi ahli waris Sri Ningsih, untuk harta sebanyak itu. Maka dengan bermodalkan sebuah diary tua, Zaman memulai penelusuran hidup Sri mulai tanah kelahirannya di Sumbawa. Setelah itu, kisah Sri berlanjut ke kota Surakarta, Jakarta, London, dan terakhir di Paris. Di setiap kota tersebut, Zaman menemukan sejumlah kisah memilukan yang dialami Sri; mulai dari kehilangan ibu dan ayahnya, diperlakukan dengan tidak baik oleh ibu tirinya, dibenci oleh sahabat sendiri, hingga kehilangan anak-anak dan suaminya. Namun, di balik semua kesedihan itu, Sri Ningsih rupanya adalah sosok wanita tangguh yang selalu membuat orang-orang di sekitarnya terpesona dengan perilaku, kepribadian, dan kebaikannya.
Mengaduk Emosi
Di awal, cerita terasa sedikit membosankan karena baru menceritakan latar belakang dari Zaman. Namun, cerita novel ini segera menarik perhatian ketika Zaman memulai penelusurannya atas Sri Ningsih. Kisah sedih-senang satu demi satu diceritakan. Terselip pula kisah cinta asik antara Sri dengan lelaki Turki yang kemudian menjadi suaminya. Pokoknya, emosi pembaca dibawa naik turun sampai akhir cerita. Mengesankan.
Benang merah dari semua kisah Sri Ningsih juga baru terungkap di bagian akhir cerita. Waktu membaca perpindahan kehidupan Sri dari satu kota ke kota lain, ada satu pertanyaan yang belum terbayang jawabannya: kenapa Sri selalu melakukannya dengan tiba-tiba, tanpa disebutkan alasannya. Dan itu terjawab tuntas di bagian akhir cerita. Tere Liye berhasil 'menyembunyikan' benang merah cerita dengan baik sampai akhirnya 'hantu' masa lalu Sri dimunculkan kembali, demi menjawab teka-teki kpergian Sri yang selalu mendadak.
Seperti biasa, gaya bahasa Tere Liye di novel ini masih terasa, dengan pemilihan kata yang oke punya. Selain itu, bahasanya pun ringan, sehingga enak dibaca. Setelah membiarkan novel ini terbengkalai sekitar dua pekan (baru dibaca beberapa halaman lalu ditinggal karena sedikit kebosanan), akhirnya hanya butuh satu hari untuk melalap habis cerita, karena dorongan rasa penasaran akan ending-nya. Kalau ada satu hal yang ingin diprotes, itu hanyalah sampul bukunya yang bergambar sepatu. 😛
Pelajaran yang bisa dipetik dari novel Tentang Kamu ini? Ada beberapa, bagi saya:
* Jangan menganggap remeh orang hanya dari penampilan sekilas
* Teruslah belajar berbagai hal di luar bidang yang ditekuni; kalaupun tidak bermanfaat sekarang, siapa tahu akan berguna di masa depan
* Cobalah sesuatu (yang baru) meskipun itu terlihat mustahil; jikalau gagal, coba lagi. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil
* Berbuat baik lah kepada setiap orang; kita tidak tahu kapan kita membutuhkan siapa
* Bersedih karena sesuatu yang menyakitkan itu boleh, tapi tidak perlu berlarut-larut
* Kesedihan tidak perlu ditunjukkan kepada banyak orang
Kesimpulannya, novel ini sangat worth-reading alias layak dibaca.
Tema besar dari novel ini, menurut saya, adalah tentang bagaimana kita menguatkan diri untuk menrima semua kesedihan yang menimpa kita, menjadikannya kekuatan untuk melangkah di fase selanjutnya. Tere Liye memakai istilah yang menjadi favorit saya: 'memeluk semua kesedihan'.
Setebal 524 halaman, Tentang Kamu menceritakan perjalanan Zaman Zulkarnaen, seorang junior associate (jabatan di bawah senior lawyer di sebuah firma hukum) di Thompson&Co., London; dalam menelusuri kehidupan seorang Sri Ningsih. Sri yang baru saja meninggal rupanya telah menitipkan amanat kepada Thompson&Co. untuk mengurus warisannya yang bernilai 19 triliun rupiah. Selain hasil kerjanya yang dinilai memuaskan, kenyataan bahwa Zaman dan Sri berasal dari negara yang sama, Indonesia, membuat pimpinan firma menyerahkan kasus ini pada Zaman.
Yang menjadi masalah dalam urusan warisan ini adalah tidak adanya informasi utuh tentang siapa yang menjadi ahli waris Sri Ningsih, untuk harta sebanyak itu. Maka dengan bermodalkan sebuah diary tua, Zaman memulai penelusuran hidup Sri mulai tanah kelahirannya di Sumbawa. Setelah itu, kisah Sri berlanjut ke kota Surakarta, Jakarta, London, dan terakhir di Paris. Di setiap kota tersebut, Zaman menemukan sejumlah kisah memilukan yang dialami Sri; mulai dari kehilangan ibu dan ayahnya, diperlakukan dengan tidak baik oleh ibu tirinya, dibenci oleh sahabat sendiri, hingga kehilangan anak-anak dan suaminya. Namun, di balik semua kesedihan itu, Sri Ningsih rupanya adalah sosok wanita tangguh yang selalu membuat orang-orang di sekitarnya terpesona dengan perilaku, kepribadian, dan kebaikannya.
Mengaduk Emosi
Di awal, cerita terasa sedikit membosankan karena baru menceritakan latar belakang dari Zaman. Namun, cerita novel ini segera menarik perhatian ketika Zaman memulai penelusurannya atas Sri Ningsih. Kisah sedih-senang satu demi satu diceritakan. Terselip pula kisah cinta asik antara Sri dengan lelaki Turki yang kemudian menjadi suaminya. Pokoknya, emosi pembaca dibawa naik turun sampai akhir cerita. Mengesankan.
Benang merah dari semua kisah Sri Ningsih juga baru terungkap di bagian akhir cerita. Waktu membaca perpindahan kehidupan Sri dari satu kota ke kota lain, ada satu pertanyaan yang belum terbayang jawabannya: kenapa Sri selalu melakukannya dengan tiba-tiba, tanpa disebutkan alasannya. Dan itu terjawab tuntas di bagian akhir cerita. Tere Liye berhasil 'menyembunyikan' benang merah cerita dengan baik sampai akhirnya 'hantu' masa lalu Sri dimunculkan kembali, demi menjawab teka-teki kpergian Sri yang selalu mendadak.
Seperti biasa, gaya bahasa Tere Liye di novel ini masih terasa, dengan pemilihan kata yang oke punya. Selain itu, bahasanya pun ringan, sehingga enak dibaca. Setelah membiarkan novel ini terbengkalai sekitar dua pekan (baru dibaca beberapa halaman lalu ditinggal karena sedikit kebosanan), akhirnya hanya butuh satu hari untuk melalap habis cerita, karena dorongan rasa penasaran akan ending-nya. Kalau ada satu hal yang ingin diprotes, itu hanyalah sampul bukunya yang bergambar sepatu. 😛
Pelajaran yang bisa dipetik dari novel Tentang Kamu ini? Ada beberapa, bagi saya:
* Jangan menganggap remeh orang hanya dari penampilan sekilas
* Teruslah belajar berbagai hal di luar bidang yang ditekuni; kalaupun tidak bermanfaat sekarang, siapa tahu akan berguna di masa depan
* Cobalah sesuatu (yang baru) meskipun itu terlihat mustahil; jikalau gagal, coba lagi. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil
* Berbuat baik lah kepada setiap orang; kita tidak tahu kapan kita membutuhkan siapa
* Bersedih karena sesuatu yang menyakitkan itu boleh, tapi tidak perlu berlarut-larut
* Kesedihan tidak perlu ditunjukkan kepada banyak orang
Kesimpulannya, novel ini sangat worth-reading alias layak dibaca.
Saturday, 26 November 2016
SELAMAT HARI GURU!
Terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru
Semua baktimu akan ku ukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Lagu Hymne Guru ciptaan Almarhum Sartono -seorang guru seni musik di kota Madiun- selalu berkumandang di setiap perayaan hari guru nasional tanggal 25 November. Mendengarnya selalu memunculkan rasa haru dan membuat mata berkaca-kaca. Seperti saat upacara peringatan hari guru Jumat lalu. Entah atas dasar apa rasa haru itu hadir.
Bagi saya, lirik dalam lagu tersebut amatlah menyanjung jasa seorang guru yang bahkan disebut sebagai pelita dalam kegelapan. Maka lagu Hymne Guru seharusnya bisa menjadi bahan introspeksi diri: sudahkah benar-benar menjadi pelita; memberikan penerangan untuk para murid? Sudahkan memberikan yang terbaik untuk mereka sehingga layak disebut pahlawan?
Anyway, SELAMAT HARI GURU untuk seluruh 'guru' dalam kehidupan saya. Terimakasih untuk semua ilmunya. Juga SELAMAT HARI GURU untuk semua guru di Indonesia. Semoga profesi ini bisa menjadi jembatan terciptanya generasi bangsa yang tidak hanya cerdas tetapi juga berakhlak mulia.
P.S. By the way, emang lagu Hymne Guru sudah berubah ya liriknya di baris terakhir?
Endure the Pain
Dalam sebuah hubungan, ada waktu ketika kita harus endure the pain (menahan/menanggung rasa sakit atau tidak nyaman) karena harus menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu dan menerima sesuatu yang mungkin tidak kita sukai dari pasangan. Dari dorama Jepang berjudul Hotaru no Hikari lah saya mendapatkan pelajaran berharga tersebut.
Drama ini mostly menceritakan tentang hubungan seorang laki-laki dewasa dengan kepribadian dan kebiasaan yang baik (Takano Seiichi); dengan seorang wanita dewasa-tapi-kekanakan (Amemiya Hotaru) yang dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah himono-onna. Kata slang ini dipakai untuk menyebut seorang perempuan usia 20-an yang terlihat rapi dan enerjik di luar tetapi berubah 180 derajat menjadi wanita berantakan dan malas ketika di rumah.
---
Dalam menjalin hubungan, satu hal yang pasti akan dihadapi adalah perbedaan: perbedaan karakter, kebiasaan, gaya hidup, dan sebagainya. Perbedaan ini bisa memecah ataupun menyatukan, tergantung bagaimana masing-masing pasangan menyikapinya. Nah, endure the pain ini bisa menjadi salah satu cara untuk menguatkan. Berikut dua jenis endure the pain ala saya.
Mengalah
Ini adalah cara pertama yang bisa dilakukan untuk mendamaikan perbedaan. Contohnya seperti yang dilakukan oleh peran Takano -pemeran utama laki-laki di drama Hotaru no Hikari-. Dia tidak menyukai pare, makanan yang justru sangat digemari wanitanya. Dia pun mengalah dengan cara mencoba mencicipi segala jenis makanan yang berbahan dasar pare.
Memaklumi dan mengalah. Itu adalah hal yang lumrah lagi penting dalam membangun sebuah hubungan, kenapa? Karena kita tidak bisa mengubah kepribadian atau kebiasaan seseorang yang sudah terbangun sedemikian lama hanya dalam waktu sebulan dua bulan. Pun kalau kebiasaan itu adalah hal yang buruk, maka memaklumi dan mengalah pun menjadi jalan (sementara) satu-satunya. Tidak ada salahnya, kan, mengalah sebentar sembari mengusahakan perubahan?
Poin yang termasuk di dalam kategori ini adalah 'mengalahkan ego sendiri'. Mencoba (melakukan) sesuatu yang tidak kita sukai demi si dia tidaklah gampang. Ada rasa tidak nyaman yang harus dilalui. Tidak hanya mengalah, tetapi Takano Seiichi juga 'mengalahkan' egonya untuk tidak menolak mentah-mentah ide memakan makanan dengan pare di dalamnya.
Meskipun pada akhirnya nanti kita tidak berubah menjadi menyukai sesuatu yang sebelumnya kita tidak sukai, setidaknya kemauan untuk 'mencoba' sudah menghadirkan satu nilai plus di mata pasangan. Sepertinya sih gitu, ya? 😁
Memperbaiki (Diri Sendiri)
Di drama Hotaru no Hikari, akhirnya ada saatnya pula si himono onna ini berusaha memantaskan dirinya dengan memperbaiki diri, yang ternyata tidak mudah baginya. Kata orang memang, all start is difficult. Melawan kebiasaan tidak baik yang sudah terlanjur melekat sungguh bukanlah pekerjaan enteng. Di situlah letak pain yang harus kita tanggung.
Memperbaiki diri, pada dasarnya, memang wajib dilakukan. Hubungannya dengan keberlangsungan hubungan? Well, memperbaiki diri sama artinya dengan memperbaiki hubungan. Terkait dengan ini, saya jadi teringat ceramah Aa Gym yang saya dengarkan beberapa bulan yang lalu.
Jadi menurut beliau, Kita jangan terlalu fokus untuk 'mengubah' pasangan kita. Sebaliknya, fokuslah untuk memperbaiki diri, dan serahkan perubahan pasangan kita pada Dia yang Maha Mengubah segala sesuatu. Kalau masing-masing menyadari hal ini, perbaikan insya Allah lebih mudah terjadi. Luar biasa.
Jadi, demi hubungan yang layak diperjuangkan keharmonisannya, alangkah baiknya kita bersedia untuk menanggung rasa sakit sementara. Tentunya ini disertai dengan harapan akan adanya hubungan yang terus menerus membaik dari hari-ke hari; terus menjadikan diri semakin baik pula.
Drama ini mostly menceritakan tentang hubungan seorang laki-laki dewasa dengan kepribadian dan kebiasaan yang baik (Takano Seiichi); dengan seorang wanita dewasa-tapi-kekanakan (Amemiya Hotaru) yang dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah himono-onna. Kata slang ini dipakai untuk menyebut seorang perempuan usia 20-an yang terlihat rapi dan enerjik di luar tetapi berubah 180 derajat menjadi wanita berantakan dan malas ketika di rumah.
---
Dalam menjalin hubungan, satu hal yang pasti akan dihadapi adalah perbedaan: perbedaan karakter, kebiasaan, gaya hidup, dan sebagainya. Perbedaan ini bisa memecah ataupun menyatukan, tergantung bagaimana masing-masing pasangan menyikapinya. Nah, endure the pain ini bisa menjadi salah satu cara untuk menguatkan. Berikut dua jenis endure the pain ala saya.
Mengalah
Ini adalah cara pertama yang bisa dilakukan untuk mendamaikan perbedaan. Contohnya seperti yang dilakukan oleh peran Takano -pemeran utama laki-laki di drama Hotaru no Hikari-. Dia tidak menyukai pare, makanan yang justru sangat digemari wanitanya. Dia pun mengalah dengan cara mencoba mencicipi segala jenis makanan yang berbahan dasar pare.
Memaklumi dan mengalah. Itu adalah hal yang lumrah lagi penting dalam membangun sebuah hubungan, kenapa? Karena kita tidak bisa mengubah kepribadian atau kebiasaan seseorang yang sudah terbangun sedemikian lama hanya dalam waktu sebulan dua bulan. Pun kalau kebiasaan itu adalah hal yang buruk, maka memaklumi dan mengalah pun menjadi jalan (sementara) satu-satunya. Tidak ada salahnya, kan, mengalah sebentar sembari mengusahakan perubahan?
Poin yang termasuk di dalam kategori ini adalah 'mengalahkan ego sendiri'. Mencoba (melakukan) sesuatu yang tidak kita sukai demi si dia tidaklah gampang. Ada rasa tidak nyaman yang harus dilalui. Tidak hanya mengalah, tetapi Takano Seiichi juga 'mengalahkan' egonya untuk tidak menolak mentah-mentah ide memakan makanan dengan pare di dalamnya.
Meskipun pada akhirnya nanti kita tidak berubah menjadi menyukai sesuatu yang sebelumnya kita tidak sukai, setidaknya kemauan untuk 'mencoba' sudah menghadirkan satu nilai plus di mata pasangan. Sepertinya sih gitu, ya? 😁
Memperbaiki (Diri Sendiri)
Di drama Hotaru no Hikari, akhirnya ada saatnya pula si himono onna ini berusaha memantaskan dirinya dengan memperbaiki diri, yang ternyata tidak mudah baginya. Kata orang memang, all start is difficult. Melawan kebiasaan tidak baik yang sudah terlanjur melekat sungguh bukanlah pekerjaan enteng. Di situlah letak pain yang harus kita tanggung.
Memperbaiki diri, pada dasarnya, memang wajib dilakukan. Hubungannya dengan keberlangsungan hubungan? Well, memperbaiki diri sama artinya dengan memperbaiki hubungan. Terkait dengan ini, saya jadi teringat ceramah Aa Gym yang saya dengarkan beberapa bulan yang lalu.
Jadi menurut beliau, Kita jangan terlalu fokus untuk 'mengubah' pasangan kita. Sebaliknya, fokuslah untuk memperbaiki diri, dan serahkan perubahan pasangan kita pada Dia yang Maha Mengubah segala sesuatu. Kalau masing-masing menyadari hal ini, perbaikan insya Allah lebih mudah terjadi. Luar biasa.
Jadi, demi hubungan yang layak diperjuangkan keharmonisannya, alangkah baiknya kita bersedia untuk menanggung rasa sakit sementara. Tentunya ini disertai dengan harapan akan adanya hubungan yang terus menerus membaik dari hari-ke hari; terus menjadikan diri semakin baik pula.
Ghetto Talk
Istilah Ghetto Talk saya kenal ketika menonton film keluaran tahun 2006 berjudul Akeelah and The Bee. Film yang mengisahkan tentang perjuangan seorang anak SMP dari sekolah 'pinggiran' di kompetisi Spelling Bee, yaitu perlombaan mengeja kata-kata bahasa Inggris. Tokoh utamanya Akeelah, seorang remaja 11 tahun yang berkulit hitam. Di salah satu adegannya, pelatih Akeelah melarangnya untuk menggunakan ghetto talk. Setelah menebak-nebak, akhirnya saya memutuskan untuk mencari apa itu ghetto talk. Here we go the result.
Arti Kata
Di beberapa kamus online yang saya sambangi dan buku yang saya pakai untuk ngajar, kata ghetto diartikan sebagai 'kawasan kumuh'. Ada juga yang menyebutkan bahwa Ghetto ini mengacu pada suatu kawasan yang ditinggali oleh etnik tertentu di suatu negara; misalnya kaum African American di Amerika Serikat.
Bahasa 'Ghetto'
Dalam film Akeelah and the Bee, tokoh yang berkulit hitam menggunakan ragam bahasa Inggris yang agak berbeda dalam dialognya. Dan rupanya, itu yang disebut Ghetto Talk. Contoh kalimatnya seperti ini: "Ain't you got no job?" dan "l ain't doin' no more spelling bees". Dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai, kalimat tersebut salah secara grammar (tata bahasa), karena menggunakan dua unsur negatif.
Penjelasannya begini. Akeelah ingin mengatakan "Aku tidak ingin melakukan spelling bee lagi. Nah, di kalimat yang diucapkannya, ada dua unsur negatif (ain't dan no), yang seharusnya akan menjadikan kalimatnya menjadi positif "Aku mau melakukan spelling bee lagi". "Normal'nya, untuk mengatakan tidak lagi, kita akan memakai kata 'anymore'. Jadi, kalimatnya Akeelah tadi berubah menjadi "I don't want to do spelling bee anymore'.
Menurut Urbandictionary, Ghetto Talk memang diartikan sebagai ragam bahasa 'slang', yaitu variasi bahasa yang digunakan kelompok tertentu. Di buku African American Slang: Linguistic Description, disebutkan bahwa Ghetto Talk mengacu pada ragam bahasa yang dipakai oleh penduduk Amerika keturunan Afrika. Intinya, sebenarnya ada banyak pengertian atau deskripsi dari kata Ghetto ataupun Ghetto Talk sendiri.
Apa karakteristik dari Ghetto Talk?
Melihat dari contoh-contoh percakapan di film Akeelah and the Bee dan beberapa contoh kalimat dari beberapa website yang saya datangi, setidaknya ada tiga hal yang menjadi karakteristik Ghetto Talk ini.
Pertama, ejaan yang berbeda. Contohnya, kata 'your' yang hanya dituliskan yo' atau kata 'that' yang berubah menjadi dat. Ada pula kata kerja berakhiran 'ing' yang seringkali dihilangkan huruf 'g'nya; doing menjadi doin'.
Kedua, 'penyusutan' penulisan dari gabungan kata. Beberapa di antaranya sudah diterima dan digunakan oleh kalangan luas. Misalnya, 'want to' yang disingkat menjadi 'wanna', atau 'going to' yang disusutkan menjadi 'gotta'.
Ketiga, tata bahasa dan kosakata yang berbeda. Contohnya adalah kata ain't yang bahkan bisa dipakai oleh subjek apa saja. Kata ini bisa menggantikan posisi don't, doesn't, isn't, am not, dan bentuk negatif lainnya. Contoh lain yang masih terngiang dari film Akeelah adalah 'who that' yang seharusnya adalah 'who is that'. Ada pengabaian kaidah tata bahasa di sini.
Yah begitulah hasil dari membaca sana sini yang pastinya masih kurang memuaskan. Masih buanyaak sumber di luar sana yang harus dibaca untuk menggenapi pemahaman tentang istilah Ghetto Talk ini. Menarik untuk dijadikan bahan bacaan waktu luang.
Arti Kata
Di beberapa kamus online yang saya sambangi dan buku yang saya pakai untuk ngajar, kata ghetto diartikan sebagai 'kawasan kumuh'. Ada juga yang menyebutkan bahwa Ghetto ini mengacu pada suatu kawasan yang ditinggali oleh etnik tertentu di suatu negara; misalnya kaum African American di Amerika Serikat.
Bahasa 'Ghetto'
Dalam film Akeelah and the Bee, tokoh yang berkulit hitam menggunakan ragam bahasa Inggris yang agak berbeda dalam dialognya. Dan rupanya, itu yang disebut Ghetto Talk. Contoh kalimatnya seperti ini: "Ain't you got no job?" dan "l ain't doin' no more spelling bees". Dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai, kalimat tersebut salah secara grammar (tata bahasa), karena menggunakan dua unsur negatif.
Penjelasannya begini. Akeelah ingin mengatakan "Aku tidak ingin melakukan spelling bee lagi. Nah, di kalimat yang diucapkannya, ada dua unsur negatif (ain't dan no), yang seharusnya akan menjadikan kalimatnya menjadi positif "Aku mau melakukan spelling bee lagi". "Normal'nya, untuk mengatakan tidak lagi, kita akan memakai kata 'anymore'. Jadi, kalimatnya Akeelah tadi berubah menjadi "I don't want to do spelling bee anymore'.
Menurut Urbandictionary, Ghetto Talk memang diartikan sebagai ragam bahasa 'slang', yaitu variasi bahasa yang digunakan kelompok tertentu. Di buku African American Slang: Linguistic Description, disebutkan bahwa Ghetto Talk mengacu pada ragam bahasa yang dipakai oleh penduduk Amerika keturunan Afrika. Intinya, sebenarnya ada banyak pengertian atau deskripsi dari kata Ghetto ataupun Ghetto Talk sendiri.
Apa karakteristik dari Ghetto Talk?
Melihat dari contoh-contoh percakapan di film Akeelah and the Bee dan beberapa contoh kalimat dari beberapa website yang saya datangi, setidaknya ada tiga hal yang menjadi karakteristik Ghetto Talk ini.
Pertama, ejaan yang berbeda. Contohnya, kata 'your' yang hanya dituliskan yo' atau kata 'that' yang berubah menjadi dat. Ada pula kata kerja berakhiran 'ing' yang seringkali dihilangkan huruf 'g'nya; doing menjadi doin'.
Kedua, 'penyusutan' penulisan dari gabungan kata. Beberapa di antaranya sudah diterima dan digunakan oleh kalangan luas. Misalnya, 'want to' yang disingkat menjadi 'wanna', atau 'going to' yang disusutkan menjadi 'gotta'.
Ketiga, tata bahasa dan kosakata yang berbeda. Contohnya adalah kata ain't yang bahkan bisa dipakai oleh subjek apa saja. Kata ini bisa menggantikan posisi don't, doesn't, isn't, am not, dan bentuk negatif lainnya. Contoh lain yang masih terngiang dari film Akeelah adalah 'who that' yang seharusnya adalah 'who is that'. Ada pengabaian kaidah tata bahasa di sini.
Yah begitulah hasil dari membaca sana sini yang pastinya masih kurang memuaskan. Masih buanyaak sumber di luar sana yang harus dibaca untuk menggenapi pemahaman tentang istilah Ghetto Talk ini. Menarik untuk dijadikan bahan bacaan waktu luang.
Sunday, 20 November 2016
Reminiscence: Pizza Mi
Saat hujan seharian ahad pekan kemarin, suami meminta dibuatkan makanan. Maklum, hawa yang dingin membuat perut terasa lebih mudah lapar. Saya pun mengusulkan untuk membuat pizza mi; makanan yang relatif sangat mudah dibuat.
Ngomong-ngomong soal pizza mi; saya baru mengenalnya saat masih duduk di sekolah menengah atas (kalau tidak salah). Saat itu, mamak (ibu-red) saya mendapat resep diversifikasi makanan dari pertemuan ibu-ibu PKK. Beliau pun mempratekkannya di rumah; dengan bermodal telur, mi instan, dan irisan cabe besar. Bagi saya yang belum tahu bentuk dan rupa pizza di waktu itu, pizza mi sudah menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Ketika kuliah, makanan ini pun mempunyai histori sendiri, karena keberadaannya yang menyatukan kami anak-anak kos. Disantap bersama nasi dan ikan asin, pizza mi kami terasa sangat nikmat. Mungkin karena perut lapar dipadu dengan kebersamaan dengan kawan seperjuangan 😄
Nah, kali ini, untuk pertama kalinya, saya menuliskan resep pizza mi yang saya buat.
(Untuk 8 potong pizza mie yang cukup tebal)
Bahan-bahan:
2 bungkus mi instan
2-3 butir telur ayam
1/2 wortel ukuran sedang, iris kotak kecil atau parut
1/2 paprika (he likes it so much), potong persegi kecil
2 lembar daging asap, iris persegi
Keju parut secukupnya
Cara membuat:
1. Rebus mi instan hingga matang atau setengah matang, tiriskan
2. Campurkan telur, wortel, paprika, daging asap, dan keju.
3. Tambahkan satu paket bumbu mi instan; aduk rata
4. Masukkan mi yang sudah direbus, aduk hingga semua tercampur sempurna
5. Panaskan minyak pada teflon
6. Tuangkan seluruh adonan ke dalam teflon
7. Masak hingga matang dan berwarna kecoklatan, angkat
8. Iris-iris, sajikan dengan saus sambal atau cabai rawit
Mudah sekali, bukan?
Ngomong-ngomong soal pizza mi; saya baru mengenalnya saat masih duduk di sekolah menengah atas (kalau tidak salah). Saat itu, mamak (ibu-red) saya mendapat resep diversifikasi makanan dari pertemuan ibu-ibu PKK. Beliau pun mempratekkannya di rumah; dengan bermodal telur, mi instan, dan irisan cabe besar. Bagi saya yang belum tahu bentuk dan rupa pizza di waktu itu, pizza mi sudah menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Ketika kuliah, makanan ini pun mempunyai histori sendiri, karena keberadaannya yang menyatukan kami anak-anak kos. Disantap bersama nasi dan ikan asin, pizza mi kami terasa sangat nikmat. Mungkin karena perut lapar dipadu dengan kebersamaan dengan kawan seperjuangan 😄
Nah, kali ini, untuk pertama kalinya, saya menuliskan resep pizza mi yang saya buat.
(Untuk 8 potong pizza mie yang cukup tebal)
Bahan-bahan:
2 bungkus mi instan
2-3 butir telur ayam
1/2 wortel ukuran sedang, iris kotak kecil atau parut
1/2 paprika (he likes it so much), potong persegi kecil
2 lembar daging asap, iris persegi
Keju parut secukupnya
Cara membuat:
1. Rebus mi instan hingga matang atau setengah matang, tiriskan
2. Campurkan telur, wortel, paprika, daging asap, dan keju.
3. Tambahkan satu paket bumbu mi instan; aduk rata
4. Masukkan mi yang sudah direbus, aduk hingga semua tercampur sempurna
5. Panaskan minyak pada teflon
6. Tuangkan seluruh adonan ke dalam teflon
7. Masak hingga matang dan berwarna kecoklatan, angkat
8. Iris-iris, sajikan dengan saus sambal atau cabai rawit
Mudah sekali, bukan?
This is it! |
Sunday, 13 November 2016
411: Memetik Hikmah
Sudah seminggu berlalu, tetapi demo tanggal 4 November lalu masih menyisakan diskusi panjang, semangat yang (masih terus) menyala, seiring dengan ocehan dari mereka yang memiliki pendapat berbeda. Sebagai seorang muslim, sikap saya jelas: mendukung aksi damai muslim Indonesia dan mendukung proses penyelidikan bapak gubernur Jakarta yang ucapannya sudah menyinggung hati rakyat muslim Indonesia.
Tetapi tulisan kali ini tidak akan membahas tentang apakah benar itu penistaan agama, atau tentang bapak presiden yang tidak mau menemui rakyatnya ketika demo.
Baru tadi siang, akhirnya sempat menonton video saat Aa Gym berbicara di acara ILC TvOne. Satu hal yang beliau ingin tekankan adalah: jangan sampai kita hanya membicarakan dan atau berdebat tentang masalah (penistaan agama) terus; karena ada yang lebih penting (selain mencari solusi terbaik dan teradil), yaitu mengambil hikmah daripadanya.
Dari peristiwa 'menggemparkan' berujung aksi 411 ini, ada 2 hikmah yang bisa dipetik, setidaknya untuk diri saya sendiri:
Bijak dalam berbicara
Berbicara, apalagi di depan umum, memerlukan kehati-hatian. Jika tidak, jangan-jangan kita nanti merugikan orang lain; entah itu menyinggung perasaan, membuat marah, menyakiti hati, dan sebagainya. Ada yang bilang mulutmu harimau-mu; yang berarti apa yang kita ucapkan bsa berakibat tidak baik bahkan untuk diri kita sendiri. Memang bener, sih. Dibuktikan oleh bapak gubernur Jakarta. Kalimatnya yang hanya seutas, tapi karena melampaui batas, berdampak masif.
Oleh karena itu, biasakan untuk pikir-pikir dahulu sebelum bicara. Jika ingin bicara, pilihlah kata-kata yang baik. Jikalau tidak ketemu kata yang baik, maka lebih baik redam dulu keinginan untuk berbicara-nya. Mencegah (ngomong salah) lebih baik daripada mengobati (sakit hati orang yang mendengar omongan), bukan?
Tetap berkepala dingin
Dengan kondisi yang 'memanas' kemarin, semua orang harus pandai-pandai 'mendinginkan' kepala agar tidak tersulut untuk mengeluarkan pernyataan yang tidak baik atau tindakan yang merugikan. Ya, ini berlaku untuk semua orang; baik yang sependapat maupun yang berbeda pendapat. Kalau termasuk yang sependapat, maka tidak perlulah menghujat dengan kata-kata kasar. Kalau tidak sependapat, maka tidak perlu pula nyinyir mengomentari.
Well, kembali lagi ke konsep bahwa selalu ada hikmah di balik peristiwa. Apapun hikmahnya, semoga kita termasuk orang yang naik derajatnya karena bisa mengambil hikmah dan kemudian menjadikannya bahan untuk memperbaiki diri.
Tetapi tulisan kali ini tidak akan membahas tentang apakah benar itu penistaan agama, atau tentang bapak presiden yang tidak mau menemui rakyatnya ketika demo.
Baru tadi siang, akhirnya sempat menonton video saat Aa Gym berbicara di acara ILC TvOne. Satu hal yang beliau ingin tekankan adalah: jangan sampai kita hanya membicarakan dan atau berdebat tentang masalah (penistaan agama) terus; karena ada yang lebih penting (selain mencari solusi terbaik dan teradil), yaitu mengambil hikmah daripadanya.
Dari peristiwa 'menggemparkan' berujung aksi 411 ini, ada 2 hikmah yang bisa dipetik, setidaknya untuk diri saya sendiri:
Bijak dalam berbicara
Berbicara, apalagi di depan umum, memerlukan kehati-hatian. Jika tidak, jangan-jangan kita nanti merugikan orang lain; entah itu menyinggung perasaan, membuat marah, menyakiti hati, dan sebagainya. Ada yang bilang mulutmu harimau-mu; yang berarti apa yang kita ucapkan bsa berakibat tidak baik bahkan untuk diri kita sendiri. Memang bener, sih. Dibuktikan oleh bapak gubernur Jakarta. Kalimatnya yang hanya seutas, tapi karena melampaui batas, berdampak masif.
Oleh karena itu, biasakan untuk pikir-pikir dahulu sebelum bicara. Jika ingin bicara, pilihlah kata-kata yang baik. Jikalau tidak ketemu kata yang baik, maka lebih baik redam dulu keinginan untuk berbicara-nya. Mencegah (ngomong salah) lebih baik daripada mengobati (sakit hati orang yang mendengar omongan), bukan?
Tetap berkepala dingin
Dengan kondisi yang 'memanas' kemarin, semua orang harus pandai-pandai 'mendinginkan' kepala agar tidak tersulut untuk mengeluarkan pernyataan yang tidak baik atau tindakan yang merugikan. Ya, ini berlaku untuk semua orang; baik yang sependapat maupun yang berbeda pendapat. Kalau termasuk yang sependapat, maka tidak perlulah menghujat dengan kata-kata kasar. Kalau tidak sependapat, maka tidak perlu pula nyinyir mengomentari.
Well, kembali lagi ke konsep bahwa selalu ada hikmah di balik peristiwa. Apapun hikmahnya, semoga kita termasuk orang yang naik derajatnya karena bisa mengambil hikmah dan kemudian menjadikannya bahan untuk memperbaiki diri.
Thursday, 10 November 2016
JANGAN JADI GURU
Menjadi guru tidaklah cukup hanya bermodalkan pengetahuan yang akan disampaikan kepada murid; there are a lot more. Tulisan
di bawah ini dibuat berdasarkan pengalaman (semacam curhat) dan hasil membaca
buku.
JANGAN jadi guru, kalau TIDAK:
1.
(Berlatih) Sabar
Pekerjaan menjadi
guru bukanlah hal yang mudah, walaupun menyenangkan di sisi lainnya. Seorang
guru seharusnya sabar; atau setidaknya belajar menjadi orang yang sabar.
Kenapa? Karena ada banyaaak sekali jenis murid yang mungkin akan ditemui. Kemungkinannya
nyaris nol persen untuk bisa mendapatkan murid yang kesemuanya menyenangkan
untuk diajar.
Terlebih jika yang
diajar adalah kalangan anak-anak usia SD, pastilah lebih menantang. Mereka punya tingkah laku yang terkadang lucu tapi tak
jarang juga menguji kesabaran gurunya.
Remaja dengan
pemikiran kreatif dan kritis mereka pun bisa menjadi tantangan untuk kesabaran
guru, lho. Misalnya, mereka mendebat apa yang kita sampaikan, ngeyel karena keukeuh dengan pendapat mereka sendiri, dan sebagainya.
2.
(Berusaha) Kreatif
Seiring berjalannya
waktu, tuntutan murid akan pengajaran yang menyenangkan juga turut berkembang.
Kalau dulu, misalnya, mengajar cukup dengan duduk manis dan model ceramah; maka
di masa sekarang, that will be dead boring. Oleh karena itu, guru harus
berlatih menjadi kreatif untuk menyajikan materi pembelajaran supaya murid
merasa senang dalam belajar; tidak membosankan.
Bagaimana cara
menjadi kreatif? Di era modern sekarang, lebih mudah bagi guru meningkatkan
kreativitas mereka dalam mengajar. Tersedia banyak ide-ide yang bertebaran di
internet; yang bisa diambil secara gratis. Syaratnya hanyalah melulangkan waktu
untuk banyak membaca dan mempraktekkan ide-ide baru dalam mengajar.
3.
(Mau) Terus Belajar
Ilmu pengetahuan
terus berkembang dari waktu ke waktu; yang dulu benar belum tentu masih relevan
di waktu sekarang; kecuali tentang agama-tentu saja. Jadi, guru pun harus terus
memperbaharui stok pengetahuannya. Ini adalah sebuah keharusan.
Selain itu, murid
sekarang cenderung lebih kritis. Seringkali mereka melontarkan pertanyaan bagus
yang mungkin tidak selalu bisa dijawab oleh guru. Meskipun guru memang tidak harus
selalu bisa menjawab, banyak belajar setidaknya akan membantu guru di beberapa situasi
semacam ini. Minimal, guru mempelajari materi baru yang akan disampaikan kepada
muridnya.
4.
Open Minded
Berpikiran terbuka;
dalam hal ini, guru mesti siap menerima kritik dan saran dari berbagai pihak,
terutama murid yang diajarnya. Karakter open minded ini akan menjadikan guru
lebih lapang dalam menerima kritik yang ditujukan kepadanya, lebih sabar
mendengarkan pendapat yang berbeda atau bahkan debat dari muridnya.
Keempat hal di atas tentunya tidak bisa dimiliki
seorang guru dalam waktu sekejap saja. Akan perlu waktu. Namun, selama apapun
waktu yang dibutuhkan, ada hal yang lebih penting, yaitu niat dan usaha untuk
terus mengembangkan diri.
#Salam hormat saya untuk seluruh guru di dunia.
Sunday, 6 November 2016
Still Alive? Be Thankful!
When you wake up late one morning
When you don't have the chance to grab a bite of your breakfast
When you get stuck in traffic jam on your way to school or office
When you feel that everything doesn't go smoothly as you expect
When you're really beat at the end of the day
And for worse, you feel you don't do enough that day
You might feel that day sucks
Cause everything seems very wrong
And you are feeling useless after all
However, as long as you're still alive, won't it be enough to thank God for this day?
Once, in one night, I asked one of my students to talk about her day. I do that each time we meet before starting the lesson. She just said; nothing special. I asked if there was something positive from her day and surprisingly, she said nothing (again). "How bad was your day?" I asked silently. When I didn't get any satisfying answer, I started to ask this kind of question: "What about your being alive? The breath that you still take? Isn't that enough to make you feel a day is good?" She smilingly nodded and say "Yeah, ms. That's right".
Sometimes, we feel that we have such a bad day that we cannot find the positive side of it. Whenever we feel that way, actually we just need to remember one thing: still being alive on that day is already a positive point. Knowing that we might have time to do things better is another blessing we should be grateful for.
Being alive. Many of us sometimes forget to appreciate the chance of being alive.In fact, that is the biggest thing we should probably be thankful for, each and every day.
When you don't have the chance to grab a bite of your breakfast
When you get stuck in traffic jam on your way to school or office
When you feel that everything doesn't go smoothly as you expect
When you're really beat at the end of the day
And for worse, you feel you don't do enough that day
You might feel that day sucks
Cause everything seems very wrong
And you are feeling useless after all
However, as long as you're still alive, won't it be enough to thank God for this day?
Once, in one night, I asked one of my students to talk about her day. I do that each time we meet before starting the lesson. She just said; nothing special. I asked if there was something positive from her day and surprisingly, she said nothing (again). "How bad was your day?" I asked silently. When I didn't get any satisfying answer, I started to ask this kind of question: "What about your being alive? The breath that you still take? Isn't that enough to make you feel a day is good?" She smilingly nodded and say "Yeah, ms. That's right".
Sometimes, we feel that we have such a bad day that we cannot find the positive side of it. Whenever we feel that way, actually we just need to remember one thing: still being alive on that day is already a positive point. Knowing that we might have time to do things better is another blessing we should be grateful for.
Being alive. Many of us sometimes forget to appreciate the chance of being alive.In fact, that is the biggest thing we should probably be thankful for, each and every day.
Thursday, 3 November 2016
Kesan Pertama: (Don't) Judge a Book by It's Cover
Don't judge a book by its cover. Jangan menilai orang hanya dari penampilan luarnya saja.
Ungkapan ini sudah sangat populer di kalangan banyak orang, dan sudah dianggap benar. Tapi kali ini, saya ingin bilang bahwa terkadang, hasil judge a book by its cover bisa jadi kesan pertama yang benar-benar mewakili karakter asli seseorang. Yang dimaksud dengan cover di sini ada dua: tingkah laku dan penampilan fisik.
Adalah pengalaman dan pengetahuan yang sudah kita punya sebelumnya, atau background knowledge istilahnya; yang membantu kita menyusun sebuah kesan pertama dari orang asing yang baru kita temui.
Memang sih, kita tidak bisa -bahkan tidak boleh- menilai baik buruknya seseorang hanya berlandaskan kesan pertama. Apalagi, seburuk-buruknya orang pasti ada sisi baiknya biarpun sedikit. Tetapi dengan pengalaman dan pengetahuan yang kita punya, setidaknya kita bisa menilai 'permukaan' dari karakter seseorang.
Contoh. Pernahkah bertemu dengan seseorang pertama kali tapi kita sudah merasa nyaman untuk ngobrol atau bahkan percaya untuk menitipkan barang-barang kita? Atau sebaliknya, baru pertama ketemu tapi langsung nggak pengen ketemu lagi karena melihat perilakunya? Nah, itu adalah saat pengetahuan dan pengalaman kita bekerja.
Misalnya, dulu pernah bertemu dengan orang yang tidak memberi sepeser senyum pun ketika pertama bertemu, dan ternyata orangnya memang tidak ramah. Pengalaman ini yang sedikit banyak akan mempengaruhi anggapan kita terhadap orang baru lainnya yang berperilaku sama.
Bagaimana dengan pengetahuan? Gampangnya begini, kita mengetahui bahwa salah satu tanda orang yang ramah adalah senyum. Oleh karena itu, ketika menjumpai seseorang tanpa senyum di pertemuan pertama, sisi pengetahuan akan membisikkan pada kita 'orang ini nggak ramah'.
Penampilan Fisik
Bagaimana dengan penampilan fisik seseorang? Menilai hanya dari penampilan sungguh tidak adil, memang. Tapi, bagaimanalah kita akan menilai hati seseorang kalau baru sekali kita bertemu? Maka tampilan luar seperti baju yang dipakai, make up, dan semua yang tampak; menjadi salah satu komponen yang kita pakai untuk menentukan kesan pertama pada seseorang. Orang yang memakai pakaian dan berambut tidak rapi sudah otomatis memunculkan kesan 'berantakan', dan sebaliknya.
Saya sendiri percaya bahwa kepribadian; yang tidak terlihat kasat mata; akan sedikit-banyak tercermin pada penampilan fisik seseorang. Tentunya, sekali lagi, ini tidak bisa diberlakukan sama untuk semua orang. Tidak berlaku pula bagi orang yang mau tipu-tipu lewat tampilan yang oke tapi hati nggak oke.
Kesimpulannya, judge a book by its cover seringkali terjadi di pertemuan pertama, yang menghasilkan kesan pertama. Kesan ini bisa jadi benar, karena didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan pengetahuan yang dimiliki. Tapi, ada baiknya kita tidak berhenti dengan penilaian berdasar cover di pertemuan pertama. Terutama jika kita akan berinteraksi dengan orang tersebut dalam waktu yang lama.
Akan tetapi, kita juga harus berhati-hati supaya kesan pertama yang kita ciptakan tidak menjadi bumerang untuk diri sendiri. Caranya? Terus memperbaiki diri; karena itulah yang akan tercermin dalam perilaku maupun penampilan kita.
Tuesday, 1 November 2016
You Are NOT Lazy
Menemukan quote di atas dari laman Facebook beberapa bulan yang lalu dan tertarik dengan isinya. Alhasil, gambar ini nongkrong jadi wallpaper laptop selama lebih dari satu bulan. Biasanya, saya akan meminta beberapa murid untuk menerjemahkan dan memaknai quote di wallpaper.
"Kamu tidaklah malas. Kamu hanya sedang lelah. Mungkin tidak memiliki cukup banyak tujuan yang bermakna.
Beristirahatlah sejenak, kemudian mulailah untuk bermmpi lagi.
Tetapkan rencana, ingat kelebihan dan kekuatanmu, bergeraklah dengan penuh semangat dan cinta;
dan semua akan baik-baik saja."
Mungkin di antara kita sering memberi cap 'anak malas' pada orang lain atau bahkan diri sendiri. Seringkali pula, energi kita menurun pada suatu waktu, yang memunculkan rasa malas; yang normal terjadi. Menurut quote di atas, sebenarnya orang yang terlihat malas itu tidaklah malas. Mereka hanya tidak memiliki cukup tujuan dan mimpi yang jelas, yang bisa menuntun arah jalan mereka.
Kenapa bisa begitu? Karena mimpi dan tujuan yang jelas akan memotivasi kita melakukan sesuatu dengan bersemangat. Setidaknya, kita jadi tahu apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, sehingga tidak ada waktu bermalas-malasan. Ibarat naik mobil; jika kita tidak mengetahui hendak kemana, tentu perjalanan kita menjadi tidak jelas.
That's why, kalau sudah mulai merasa kehilangan arah, malas melakukan hal-hal yang biasa dilakukan, coba periksa kembali daftar target atau mimpi-mimpi yang sudah pernah dirancang. Siapa tahu bisa menjadi energi untuk kembali bersemangat.
Subscribe to:
Posts (Atom)
5.50 PM: Menikmati Waktu
Di kala senja menjelang azan magrib, Beberapa orang sudah menikmati waktu di rumah, Beberapa masih berjuang mengendarai motor atau mobil...
-
Menyambung postingan sebelumnya tentang idiom, berikut dua puluh lima idiom yang sering dipakai di bahasa Inggris sehari-hari. Lumayan untuk...
-
Sejak menjadi guru, saya mulai tertarik dengan hal-hal 'berbau' guru; mulai dari buku, website, sampai film bertemakan guru dan atau...
-
Ini diaaa...akhirnya selesai juga tulisan saya untuk diperjuangkan di Lomba Tulis Nusantara Kemenparekraf. Tentu ide cerita bukan murni da...